Senin, 14 Oktober 2019

PEMBELAJARANKU HARI INI....


Di lembaran ini aku ingin menulis kegiatan aku hari ini...bukan  catatan kegiatan sih sebenarnya, tapi sebuah keluhan, keluhan karena pembelajaran dikelasku tidak sesuai dengan ekspekstasiku. Ya biasa sih, kita kan memang senengnya seperti itu, membayangkan sesuatu yang tinggi, padahal  ya gitu deh....ujung-ujungnya patah hati....
Hari ini aku mengajarkan materi tentang teks editorial, aku berharap,  sudah kelas XII,  paling nggak nggak mereka tau  atau pernah membaca tentang teks editorial, tapi dari segitu banyak siswa  yang aku berikan pertanyaan “Siapa yang pernah membaca teks editorial...?”, “ Siapa yang bisa mendefinisikan pengertian teks editorial...?”.   Tak ada satupun siswa yang mengangkat tangan, yang berarti tak satupun siswaku yang pernah membaca  atau tau apa itu teks editorial. Dari jawaban tadi hatiku sedikit bergetar, aduh bagaimana ini...?, bagaimana aku memulai materi kali ini...?

Power point sudah digunakan tapi aku tidak bisa secara maksimal menyampaikan materi ini. Ada kesulitan menyampaikan sesuatu yang sama sekali tidak diketahui oleh mereka, contoh-contoh dan analogi yang aku kemukakan sedikit membantu tapi tidak bisa secara 100 % membuat mereka memahami materi ini. Ini baru menyangkut definisi belum sampai ciri-ciri, struktur, gaya, isi, dan teman-temannya.  Aaahh mungkin benar untuk bisa menyerap sebuah informasi baru diperlukan sebuah modal yang bisa mendukung penyerapan informasi itu. Aku  lantas teringat sebuah teori yang pernah aku baca di sebuah buku, yaitu skemata.
 
Oke ini kita meminjam kalimat  dari seorang ahli ya....Istilah skemata berawal dari teori skema, yang menggambarkan proses di mana pembelajar membandingkan latar belakang pengetahuan yang di miliki dengan informasi yang baru. Salah satu teori skemata yang mempengaruhi teori pembelajaran adalah teori yang dikemukakan oleh Piaget (dalam Ruddell (2005:27). Piaget mendefinisikan skemata sebagai sebuah struktur kognitif intelektual individu berupa representasi persepsi, ide, dan aksi yang diasosiasikan, merupakan dasar pemikiran yang digunakan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan mengaturnya menjadi sebuah modal untuk memahami pengetahuan baru, termasuk memahami pengetahuan baru yang disajikan penulis dalam teks yang dibaca...(ngerti nggak ini yang baca....kalau nggak ngerti ya sama aja kayak aku...)
Dipertegas oleh Piaget oleh dalam (Hergenhahn,B.R and Olson Matthew H.2002:313) skemata di atas mengisyaratkan adanya faktor pendukung yang saling mengisi dan berproses. Kedua faktor tersebut adalah  proses asimilasi dan proses akomodasi. Proses asimilasi adalah proses penyerapan konsep baru ke dalam struktur kognitif yang telah ada, pada proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang ada untuk menanggapi masalah yang datang dari lingkungannya. Proses akomodasi adalah proses pembentukan skemata baru atau memodifikasi struktur kognitif yang telah ada supaya konsep-konsep baru dapat diserap. (https://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya/) Nah sampai sini mulai agak mulai mudeng  kan....

Sederhananya pengetahuan awal seorang siswa dalam menerima pelajaran, akan sangat mendukung siswa tersebut untuk memahami materi pembelajaran yang baru, jika sama sekali tidak ada modal maka materi baru itu akan susah untuk diterima. Aaah aku tidak tau, apakah tantangan pembelajaran hari ini bisa aku selesaikan, bagaimanapun hebatnya aku,   semua itu tidak ada apa-apanya... kalau siswaku nggak tau apa-apa...(apalagi ternyata aku juga bukan guru yang hebat).

Bagaimana ini...? sebagai guru aku  kan maunya siswaku paham, siswaku ngerti akan pelajaran yang aku ajarkan, tapi kemudian aku berfikir lagi, benarkah tindakanku ini, menuntut siswaku untuk selalu memahami materi yang aku ajarkan, bukankah aku jadi egois dengan keinginanku itu....?
Ahhh.... kalau begini mungkin benar wasiat Mbah Moen “Menjadi guru tidak usah memiliki niat untuk membuat pintar murid, melainkan niatkan untuk mendidik dan menyampaikan ilmu”. Aaah ternyata aku belum mampu mendidik anak-anakku, yang aku lakukan selama ini baru sebatas untuk mengajar.... (aku tulis  setelah  mengajarkan materi teks editorial di XII IPA.1).

Kamis, 10 Oktober 2019

DISONANSI KOGNITIF....(lanjutan)


Ceritanya  mau melanjutkan bahasan tentang disonansi kognitif, tapi karena ada kegiatan mendampingi anak-anak untuk Seleksi  Duta Lingkungan Hidup Tingkat Kabupaten, akhirnya ya nggak ada postingan untuk blog ini kemarin. Mana ketika pulang mobil mengalami masalah pada rodanya, makanya  terus tumbuh rasa males, segan, dan gitu deh, karena rasa penat dan capek akhirnya nggak nulis. Nah kok bahasannya sampai mana-mana ya, bukankah kemarin kita akan mencari sebab kenapa  orang bisa mengalami disonansi kognitif. Aah biasa....ngeles terus. 

Untuk  mengingatkan definisi disonansi kognitif  ini kita  kutipkan  pendapat seorang ahli ya “menurut Wibowo (Sarwono, S.W ; 2009) disonansi kognitif adalah keadaan tidak nyaman akibat adanya ketidaksesuaian  antara dua sikap atau lebih, serta antara sikap dan tingkah laku”. Masih sama kan dengan definisi yang kemarin, cuma kali ini biar bahasannya  keliatan agak bener kita pake teori seorang ahli ya....heheheheheh...

Sebenarnya disonansi kognitif adalah sebuah terori komunikasi, teori ini dikemukakan oleh Festinger tahun 1957  ( nah ternyata udah tua juga teori ini, dan aku baru tau sekarang,  setelah teori ini berumur 60 tahunan, kudet banget ya..., tapi nggak pa-pa, daripada sama sekali nggak tau, mendingan sekaranglah ya, walau terlambat....).  Masih menurut Festinger ada empat   sebab seseorang bisa mengalami disonansi kognitif (kalau ini beneran menurut ahlinya  ya, tapi contoh yang diberikan merupakan pandangan pribadi, jadi kalau ada salah-salahnya ya maklum aja, namanya juga belajar menganalisis sebuah permasalahan....)

  1. Inkonsistensi logika (Logical inconsitensy) yaitu logika berpikir mengingkari logika berfikir yang lain.  Seorang siswa menyadari bahwa peraturan  dan tata tertib yang diberlakukan di sekolah adalah demi sebuah keteraturan. Tapi siswa tadi mengalami disonansi ketika menyadari bahwa peraturan yang diterapkan di sekolah ternyata menyiksanya. Dan untuk keluar dari perasaan tidak nyaman ini, siswa tersebut dengan kesadaran yang penuh melanggar tata tertib sekolah. Siswa tadi berusaha tidak percaya bahwa peraturan dan tata tertib adalah upaya sekolah untuk mewujudkan kenyamanan dan kedisiplinan.
  2. Nilai budaya (cultural mores)  bahwa kognisi yang dimiliki seseorang di suatu budaya kemungkinan akan berbeda di budaya yang lain. Seperti kita ketahui bahwa budaya itu berlaku dalam satu kawasan, artinya budaya disuatu daerah mungkin akan berbeda di daerah lain. Ada suatu bentuk budaya yang di daerah lain dianggap bagus atau baik, tapi di suatu daerah mungkin tindakan itu dinilai kurang sopan.  Nah teman-teman pasti punya contoh yang lebih konkret tentang perbedaan budaya ini kan. Nah perbedaan-perbedaan ini tak pelak akan menjadi kesenjangan ketika seseorang yang sudah akrab dengan budaya daerahnya harus menerima budaya lain yang dianggapnya bertentangan dengan budaya yang selama ini dianutnya.
  3. Opini umum (opinion generality)  disonansi mungkin muncul karena sebuah pendapat yang berbeda  dengan pendapat umum. Semua orang pasti tau bahwa berbakti kepada orang tua adalah sebuah sikap yang harus dimiliki seorang anak. Dalam hal ini, anak yang tidak berbakti kepada orang tua dikatakan sebagai anak durhaka. Namun seorang anak bisa mengalami disonansi ketika mendapati bahwa ternyata orang tua melakukan kekerasan kepada anaknya.  Si anak tidak berdaya dengan keadaan ini karena opini umum menuntut anak untuk berbakti kepada orang tuanya, semakin tidak nyaman anak,  maka disonansi atau kesenjangan ini  akan semakin melebar.
  4. Pengalaman masa lalu (past experience) disonansi akan muncul bila sebuah kognisi tidak konsisten  dengan pengalaman masa lalunya. Misalnya ketika seseorang  mengalami sakit asma. Dia divonis kalau sampai terkena AC makanya penyakitnya akan kambuh. Tapi, ternyata ketika suatu hari dia terpapar AC dia tidak mengalami apa-apa. Seseorang tadi akan cenderung mengalami disonansi karena pengalaman masa lalu ternyata tidak sesuai dengan  apa yang terjadi sekarang, nah teman-teman pernah mengalami kejadian semacam ini nggak ya....
Wah lumayan panjang juga bahasan kita kali ini, satu-satunya bahasan yang panjangnya lebih dari dua lembar, bukan karena penulisnya yang pintar tapi karena tulisan kali ini banyak yang meminjam pendapat ahli. Kalau sudah ahli yang bicara biasanya tulisan akan nilai sebagai tulisan yang berbobot, jadi bukan berat badan aja yang ada bobotnya, tapi tulisan juga....

Nah udah tau bentuk-bentuk  disonansi kognitf, udah tau juga penyebabnya, mungkin bahasan selanjutnya kita akan bahas cara menghilangkan disonansi kognitif ini ya....mungkin ditulisan yang akan datang, atau kapanlah, karena ternyata tulisan-tulisan semacam ini disamping menambah wawasan juga menambah rasa percaya diri, nah lo kok bisa, iyalah....paling nggak  ketika sekarang kita diajak ngobrol tentang bahasan ini kita nggak plongo-plongo lagi, tapi plonga-plonga.....heheheeh....
Saat ngawas PTS di XII. IPS. 2 Sejarah Indonesia.



Selasa, 08 Oktober 2019

DISONANSI KOGNITIF....


Membaca judul di atas kayaknya bahasan dalam lembar blog kita ini akan berat banget ya. Nggak akan berat kok abis yang akan bahas masalah ini juga bukan seorang ahli, jadi pasti dari sudut pandang yang ringan-ringan aja. Ini juga dapat istilah itu  dengan tak sengaja, waktu ngajar di UT ketemu dengan istilah itu, karena terdengar asing akhirnya googling sana sini, dan ternyata disonansi kognitif sebenarnya bukan baru bagi kita.  Disonansi kognitif adalah kesenjangan/gap antara pendapat, keyakinan, sikap, dengan perilaku yang ditunjukkan.

Nah sepertinya nggak akan asyik nih bahasannya, karena ini mungkin hanya  cocok untuk kajian daerah psikologi. Tapi, sebenarnya  bentuk dari disonansi kognitif itu ada di sekitar lingkungan kita lho, cuma mungkin kita aja yang nggak tahu bahwa ternyata contoh-contoh itu merupakan ranahnya  psikologi.  Dan ternyata disonansi kognitif itu bahasannya lumayan menyenangkan lho. Berikut kita akan bahas contoh-contoh disonansi kognitif.Contoh pertama adalah, kita tahu bahwa di dalam rokok terdapat zat-zat yang dapat membahayakan tubuh kita, (coba baca pembungkus rokok di sana tertulis peringatan tentang bahayanya rokok lho) pengetahuan dan keyakinan kita juga membenarkan hal itu. Tapi kita tetap nekat merokok atas nama kalimat “Saya nggak bisa mikir kalau nggak merokok....”, “ atau “Setelah gue pikir-pikir nggak  ada orang yang mati karena merokok, lagian siapa juga yang nggak bakalan mati”. Nah, biasanya alasan-alasan  semacam ini yang kemudian dijadikan pembenaran untuk orang-orang tetap melakukan hal yang diyakini salah  atau nggak benar itu.  Kalau kalian termasuk nggak ya....???

Contoh kedua yang tak kalah keren adalah, kita menentang diskriminasi, menurut kita semua manusia itu adalah sama, tak baik memandang orang dari sudut agama, suku, keyakinan, dan warna kulit. Tapi yang tak kalah aneh adalah ketika anak kita mencintai orang yang berbeda suku, kita tentang abis-abisan hubungan itu. Supaya terkesan tindakan  itu   benar,  kita ciptakan sebuah kalimat sakti “Sebenarnya bukan karena berbeda suku, tapi saya melihat  dia adalah seorang yang kurang bertanggung jawab, dia kurang cocok untuk kamu, dan bla bla ....” Nah lo....katanya anti diskriminasi.

Contoh yang terakhir katanya kita nggak percaya akan ramalan paranormal, sebut aja ramalan bintanglah, eh giliran ramalan bagus kita seneng, giliran ramalan jelek kita bilang  ah itu kan ramalan. Ah nyari-nyari pembenaran aja kayaknya....Terus kenapa ya, orang bisa mengalami disonansi kognitif, kayaknya lain kali kita bahas itu, jadi harus ada part 2  ya....
Edisi biar tambah  semangat  nulis......


Senin, 07 Oktober 2019

TENTANG MANTAN... (part 2)

Hmmm...akhirnya kembali lagi ke lembaran ini, lembaran tentang mantan sebagai seorang terindah dalam kehidupan di masa lalu. Kok bisa  bilang yang terindah, memang pasangan yang sekarang bukan sosok terindah ya...?. Nggak kayak gitu juga maksudnya, ketika ngomongin tentang mantan, objeknya  berbeda dong dengan realita yang ada sekarang, kalau mantan itu cenderung sebagai lamunan, sedang pasangan akan berwujud sebagai kenyataan. (heheheeheh kayaknya mencari pembenaran sih...)

Bagaimanapun mantan hanya masa lalu, seindah apapun dia, dia bukan pasangan kita, ya sederhananya kalau dibikin lagu mungkin lagu yang paling tepat tentang mantan adalah lagunya Kahitna, Nggak ngerti
Sesungguhnya aku kangen kamu
Di mana dirimu, aku nggak ngerti
Dengarkanlah kau tetap terindah
Meski tak mungkin bersatu
Kau slalu ada di langkahku

Nah gitu kan, biarpun mantan itu sudah punya orang lain, atau taruhlah kita juga udah punya pasangan, tetapi yang namanya mantan akan selalu menjadi sebuah keindahan, iyalah keindahan.... kalau nggak percaya coba tanya sama para pujangga.


Mungkin  dulu banyak rencana yang sudah disusun bersama si terindah itu, namun karena sesuatu atau banyak hal semua itu jadi berantakan, akhirnya berpisah deh....  Bisa sehari, dua hari, setahun, atau dua tahun kita menangisi perpisahan itu, tapi toh pada akhirnya kita tetap hidup untuk melanjutkan hari-hari kita, menjalani semua ketetapan yang sudah ditakdirkan. Sesudah kesedihan-kesedihan itu ternyata,   kita  diberikan banyak kejutan, kita lulus sekolah dengan nilai yang bagus, kita temukan bahwa keluarga adalah tempat paling hangat  untuk kita berbagi cerita, kita dapatkan bahwa teman-teman adalah hal terpenting untuk mencurahan keluh kesah kita, dan akhirnya kita dipertemukan dengan belahan jiwa kita, lalu sang mantan kemana...?
Sang mantan tetap masa lalu, yang selalu ada dalam kehidupan kita, namun tak pernah bisa kita miliki.... so...kayaknya nggak pa-pa kalau besok kita tulis lagi tentang si mantan ini. Hehehhhh....


RASA SYUKURKU....


Dulu saat SMA ketika ditanya tentang cita-cita aku dengan mantap akan mengatakan bahwa aku ingin jadi Pemandu Wisata, dari hobbyku ngeluyur aku berharap bahwa pekerjaan ini akan membuat aku bisa berkunjung ke tempat-tempat yang jauh dengan gratis. Mungkin karena  pekerjaan sebagai pemandu wisata waktu itu belum menunjukkan masa depan yang cerah akhirnya orang tuaku tidak pernah mengijinkan aku untuk memilih pekerjaan itu. Dan sebagai gantinya aku diharuskan kuliah.

Kuliah, aah... waktu itu aku tak pernah berpikir untuk kuliah, apalagi dijurusan pendidikan yang mengharuskan mahasiswinya memakai rok, benar-benar diluar dugaanku. Ujian demi ujian aku lewati dengan nilai yang pas-pasan. Sampai  di bagian akhir dari kuliahku aku baru merasa kalau nilai IPKku sangat buruk, aku coba genjot belajarku, skripsiku, tapi semua sudah terlambat. IPKku cuma bagus diakhir kuliah, dan IPK 2,47lah yang kemudian bertengger di ijazahku. Satu-satunya hiburanku waktu itu adalah aku dinyatakan sebagai lulusan termuda, ahh...

Memandangi nilai itu, rasanya aku kecewa banget.... Aku merasa kecewa karena sebenarnya aku bisa mendapatkan nilai yang lebih bagus dari itu, tapi meratapi semuanya hanya menambah perasaan bersalahku. Aku merasa bersalah karena di awal kuliah aku belajar dengan main-main, ketidakminatanku karena harus kuliah di jurusan yang tidak aku inginkan membuat aku acuh dan tak peduli pada kuliahku.

Walau begitu  nasip orang tidak pernah ada yang tau, karena dengan nilai yang pas-pasan itu  ternyata aku masih kebagian pekerjaan. Sebuah pekerjaan yang  sampai saat ini masih aku tekuni, kalau kata orang aku memang sudah tersesat, tapi tersesat di jalan yang benar. Walau pekerjaan ini aku dapatkan tanpa kesengajaan,  bagaimanapun aku tetap harus bertanggungjawab, bekerja sepenuh hati dan menyadari bahwa ini adalah rencana indah yang diberikan Allah padaku. 

Banyak orang di luar sana yang yang mencari dan butuh pekerjaan, dan alangkah naifnya aku,  jika aku mengabaikan pekerjaan yang sudah ada dalam genggaman. Aku tidak mau jika dikatakan sebagai orang yang tidak pandai bersyukur, dan hari ini sebagai wujud rasa syukurku aku haturkan terimakasihku pada Allah yang telah mempercayakan aku untuk mengembang pekerjaan ini, thanks God untuk kepercayaan ini.    
aku tulis ini  saat mengawas PTS di XI IPS.2...




Minggu, 06 Oktober 2019

TENTANG SISWA-SISWAKU....




Edisi  seneng-senengnya nulis akhir-akhir ini....
Kali  ini aku akan tulis bahasan tentang siswa-siswaku yang lagi menghadapai Penilaian Tengah Semester alias PTS (nah ketahuan tuh ngawas sambil ngeblog....).  Hmmm....bekerja sebagai seorang guru sebenarnya seneng-senang susah, iyalah pasti kayak gitu. Sebagai manusia lumrah,  seneng rasanya ketika siswa-siswa yang aku ajar menunjukkan kemajuan yang postifif, artinya siswa berkembang dan tumbuh ke arah yang lebih baik. Susahnya guru adalah ketika siswa tidak menunjukkan perkembangan ke arah yang positif, melawan gurunya, mencontek saat ujian, loncat pagar, ribut pada saat pembelajaran, tawuran, dan parahnya lagi siswa melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan.
Herannya kadang ada siswa yang menganggap guru adalah seorang lawan yang harus dijatuhkan, menganggap guru adalah saingan yang harus dikalahkan, kenapa sampai berpikir ke arah sana...?. Betul memang tidak semua guru baik, pemberitaan yang kita terima akhir-akhir ini tidak menempatkan guru sebagai sosok yang harus digugu dan ditiru  lagi, banyak guru yang selanjunya kita sebut sebagai oknum sudah mencoreng dunia pendidikan kita, tapi jumlahnya toh tidak sebanding dengan jumlah guru yang bisa kita sebut sebagai guru baik-baik. Kenapa ulah segelintir orang harus berimbas jauh sampai kemudian siswa-siswa merasa tidak perlu menghormati guru layaknya orang tua mereka di rumah.

Sebenarnya apa yang salah dengan sistem kita ini, kenapa siswa lebih bangga ketika dibilang sebagai tukang loncat pagar ketimbang siswa berprestasi atau siswa yang baik-baik saja. Cara berfikir siswa sekarang ini sudah terbalik-balik, udah tau peraturan digunakan agar kehidupan di sekolah menjadi  teratur dan nyaman,  dengan demikian bersekolah adalah sesuatu yang menyenangkan, tapi kenapa untuk taat pada tata tertib siswa harus dipaksa-paksa, diancam-ancam, dan pake hukuman segala. Bagaimana sebenarnya memunculkan sebuah kesadaran bahwa menuntut ilmu ini adalah sebuah kebutuhan hidup, yang untuk menjalaninya diperlukan kerja keras, tetesan keringat dan air mata. Aku benar-benar nggak tau lagi harus bagaimana....?.
Tidak ada guru yang menginginkan siswanya gagal, karena kegagalan siswa adalah kegagalan guru, walau keberhasilan siswa ternyata tidak pernah dianggap sebagai  keberhasilan guru.  Aku nggak ngerti....(Kayak lagunya Kahitna).  

TENTANG MANTAN... (part 1)


Mulai hobby nulis blog kayak gini sebenarnya yang paling ingin aku tulis adalah tentang sang mantan, sosok terindah dari masa lalu (hehehehe nggak pa-pa ya, abis itu juga bahan nulis yang menyenangkan...).  Nggak munafiklah, semua orang punya masa lalu, entah itu pahit atau menyenangkan masa lalu itu kadang-kadang muncul tanpa kita duga, seperti pagi ini ketika aku buka laptop ini,  entah kenapa sang mantan tiba-tiba jadi sebuah inspirasi, ya udah aku lanjutin saja.

Sebenarnya  bukan masa lalu yang manis karena ternyata kita juga nggak berjodoh, tapi mengingat masa itu, aah muncul banyak kalimat dengan diawali kata “Andai saja....”.  Mengingat semua itu akhirnya  jadi nggak realistis lagi karena kenyataannya sekarang ini  kita sudah punya pasangan masing-masing. Entah baik atau tidak menurut penilaian kita itulah jodoh terbaik yang sudah dikirim Allah untuk kita. (Wah kok sampai sana bahasannya, orang mau nulis tentang mantan, malah menasehati umat, hmmmm....gak nyambung kayaknya).

Kembali ke bahasan mantan,  ada cerita yang lucu dan sedikit menjengkelkan. Mungkin maksudnya romantis ngasih kaset ( biar ceweknya dengerin lagu kesukaannya, jaman dulu sist....nggak kayak sekarang), tapi gimana mau romantis kalau yang dikasih itu lagunya Iwan Fals, kan nggak banget,  kayak gini-ni lagunya.

Susah susah mudah kau kudekati
Kucari engkau lari kudiam kau hampiri
Jinak burung dara justru itu kusuka
Bila engkau tertawa hilang semua duka
Gampang naik darah omong tak mau kalah
Kalau datang senang nona cukup ramah
Bila engkau bicara persetan logika
Sedikit keras kepala ah dasar betina
ku suka kamu, sungguh suka kamu.....

Padahal  jaman itu lho ada lagu-lagu laen yang romantis. Walau lagu itu isinya bagus, aku nggak pengen kalau lagunya itu. Haaaah....dasar nggak peka. Tapi ya sudahlah,  disini kita dituntut untuk saling memahami, mungkin awalnya agak njengkelin gitu ya, tapi ke sini-ke sini lagunya Iwan Fals ternyata bagus-bagus kok, bahkan di daftar putar laguku sekarang ini, aku punya koleksi Iwan Fals lengkap. (Hanyooo ketahuan suka mengenang-ngenang masa lalu....)

Hmmm...tapi memang nggak ada habisnya  kok bahasan tentang mantan ini, selembar, dua lembar, bahkan tidak akan cukup satu buku untuk menulis tentang si dia. Ketidakberpihakan nasip dengan tidak berjodoh rupanya tidak pernah menghapus secara total kenangan-kenangan itu.  Si mantan tetap akan jadi sosok terindah dalam kehidupan... (wah kok jadi puitis gini, aku kok tambah nggak mudeng tentang apa yang aku tulis ini, hehehe....). Tapi apapun itu suatu hari nanti aku akan melanjutkan tulisanku ini, kapan ya....., kalau pas nggak ada ide untuk nulis  kayaknya.....  (Mudah-mudahan sang mantan baca....);

DULU DAN SEKARANG....


Kemajuan teknologi akhir-akhir ini telah mengubah dunia, segala urusan yang tadinya rumit sekarang jauh lebih mudah untuk dikerjakan. Mencari informasi, melakukan sesuatu, trik, komunikasi, semua bisa dilakukan dalam genggaman. Kemudahan ini tak pelak telah mengubah wajah dunia, jika dulu bersilaturahmi dan mengobrol adalah hal yang umum dilakukan, sekarang ini semua itu bergeser dan berubah. Sekarang ini bahkan ketika dua orang atau lebih berhadapan,  mengobrol merupakan kegiatan yang tidak musti  harus dilakukan.  Sering dijumpai deretan anak-anak yang duduk berhadapan-hadapan tapi bukan saling  berbicara, mereka saling merunduk menatap gawai yang ada di tangan.

“Saya tidak bisa hidup tanpa hp...”pernah  seorang anak  saya dengar melontarkan kalimat itu. Wooow... hp sudah demikian jauh merasuk dalam kehidupan, seolah-olah hp hadir bersama kelahiran seseorang. Teknologi apalagi hp sudah banyak  memberikan kemudahan, tapi ketika kemudian teknologi memperbudak kita, itu bukan sepenuhnya salah teknologi. Kemampuan seseorang untuk mengelola dan menggunakan teknologi dengan tepat  sepertinya menjadi keharusan agar kita kita tidak terjebak dalam sebuah kesia-siaan.

Teringat akan masa kecil di mana  teknologi belum semaju sekarang, semua serba sederhana dan made in sendiri. Bermain bantengan, main kasti, go bak, main karet, kelereng, main petak umpet, ahhh...sepertinya baru kemarin itu terjadi,  tapi sekarang mana ada anak-anak yang memainkan permainan seperti itu. Dulu sering mengintip-intip orang yang sedang menggembalakan kerbau, cuma sekedar pengen naik kerbau. Biasanya aku dan teman-teman akan memilih kerbau yang paling besar, untuk kemudian dinaiki bersama-sama, rasanya menyenangkan sekali. Atau kalau kemudian kami merasa bosan kami akan mencari permainan yang lain, nawu misalnya. Nawu adalah membendung aliran air yang kemudian dikeringkan. Biasanya dari hasil nawu kami akan mendapatkan ikan-ikan kecil.  Walau sampai di rumah biasanya kami diomeli orang tua tapi kami tak pernah bosan untuk mengulanginya.

Semua yang kami lakukan dimasa itu  selalu memerlukan komunikasi, kerja sama, toleransi, dan tanggung jawab, bagaimana mengatur strategi untuk keberhasilan kita, bagaimana mengesampingkan keegoisan kami untuk memunculkan kekompakan dan kebersamaan.  Kalaupun kami memunculkan kompetisi,  itu semata-semata dilakukan sebagai motivasi dan semangat. Jarang sekali ada pertengkaran ataupun permusuhan karena kami semua menyadari bahwa persahabatan lebih indah dari apapun. Aahhh.....Kalau saja kemajuan teknologi ini bisa kita sikapi dengan bijak, mungkin hal-hal menyenangkan itu tidak akan sampai tergerus oleh zaman.... 
Dikeprihatinanku menyaksikan generasi yang merunduk....   

Jumat, 04 Oktober 2019

SEORANG IBU DARI TABEK INDAH....


Akhir  tahun 2014, dalam sebuah perjalanan dari kampus tempatku mengambil program pascasarjana.

Sore itu mendung menggayuti Bandar Lampung, hampir setengah 6 sore, aku masih terjebak diangkot, kondisi jalan yang macet membuat sopir berteriak-teriak tak sabaran, dia seolah-olah ingin menumpahkan kekesalan pada setiap kendaraan yang lewat. Di dalam angkot,  ada aku dan dua orang yang nampaknya mahasiswa, perasaan gelisah kini juga merasuki perasaanku, jika keadaannya seperti ini terus aku akan ketinggalan bis, dan itu artinya aku harus memutar otak lagi untuk mencari kendaraan lain yang belum tentu bisa dijamin keamanannya. Ahhh....

Angkot kini merayap pelan, seorang ibu tua, dengan gamis coklat yang lusuh dan tas kain masuk, tak lama dua orang laki-laki dengan penampilan necis menyusul. Sore semakin temaram, aku benar-benar semakin khawatir kalau sampai harus ketinggalan bis. Tempat tinggalku yang jauh membuat aku harus tiga kali berganti angkutan umum sebelum sampai ke rumah. Pikiranku sudah benar-benar kacau, sampai ketika pemuda necis tadi menyuruhku menutup kaca jendela angkot, tanpa menjawab apa-apa aku menutup kaca itu. Aku tidak berfikir apa-apa sampai kemudian aku melihat ibu tua di depanku mengambil dompet dari tangan pemuda itu. Aku cuma berfikir kalau itu adalah dompet yang sama persis seperti kepunyaanku. Tapi anehnya ibu tua tadi menyerahkan dompet itu kepadaku “Ini dompetnya, periksa kalau-kalau ada yang hilang...”. Aku menerima dompet itu sambil tak habis berpikir kenapa dompet itu sampai ke tangan ibu tadi. Pemuda yang duduk di sampingku menampakkan muka gusar, dengan lirih sambil  melotot ke arah ibu tua “ Emang mau lehernya dipotong....!!!”

Aku tidak paham apa yang sebenarnya terjadi, dalam kebingunganku aku menyuruh angkot berhenti, dan aku mengajak ibu tua tadi turun. Akhirnya kami berdua berganti angkot. Di dalam angkot ibu tua tadi menceritakan kalau dompetku sudah dicopet oleh pemuda tadi.  Aku benar-benar kaget dengan kalimat ibu barusan, aku tidak benar-benar tidak menyangka.
“ Ada apa, sepertinya kamu sedang melamun, di perjalanan seperti ini tidak baik kalau melamun, harus banyak istighfar...?” ibu tua tadi menasehati aku dengan kalimat yang super bijak.
“Iya, Ibu, makasih...makasih...” Jawabku berulang-ulang, aku tidak bisa membayangkan jika seandainya ibu tadi tidak menolongku apa jadinya aku. Sebenarnya tidak banyak uang di dalam dompetku tadi, tapi kartu-kartu penting tersimpan jadi satu dalam dompet itu, kartu-kartu yang kalau sampai raib akan membuat aku berhadapan dengan banyak masalah.

Di tengah perjalanan di sekitaran Tabek Indah ibu tadi turun, kubayari ongkosnya dan kembali kuucapkan terimakasih.
Ahhh ibu, begitu mulia hatimu, padahal kalau engkau tadi tidak menolongku itu juga bukan salah ibu, tapi ibu berani mengambil  resiko untuk menolong aku, seseorang yang mungkin juga akan cuma sekali bertemu denganmu.
Semoga ibu selalu sehat, diberikan kelimpahan rezeki, diberikan umur yang panjang, diberikan anak-anak dan cucu-cucu yang soleh dan solehah. 
Untuk seseorang ibu dari “Tabek Indah” yang telah dengan iklas menolongku di suatu sore.....terimakasih ibu...

CERITA TENTANG BAPAKKU....


Akhir bulan kemarin aku berkesempatan untuk pulang kampung menengok orang tuaku, saat-saat seperti inilah moment yang paling aku tunggu, karena hanya pada saat-saat tertentu kami bisa berkumpul, tempat tinggal yang jauh, pekerjaan yang menumpuk selalu mencegah aku untuk bisa sering-sering melakukan aktivitas ini.

Bertemu kembali dengan wajah yang paling aku rindukan, wajah yang selalu memotivasi aku untuk bisa jadi sepertinya.  Di  usia yang renta bapak  sepertinya tak pernah lelah untuk menghadirkan wajah yang teduh,  menghadirkan senyum yang selalu mampu membuat orang lain menjadi damai.  Aku yakin raganya menua, gurat-gurat wajahnya tidak mengatakan kalau dia  masih muda, namun bapak  selalu memiliki semangat yang luar biasa untuk menghadapi dunia ini, menghadapi semua masalah dan persoalan hidup.

Darinya aku belajar, dari mulai  aku bayi, belajar merangkak, berjalan, berbicara, bernyanyi, belajar untuk tegar dan bersabar, belajar untuk selalu tersenyum dan tak mudah mengeluh. Bapak   mengajarkan kesederhanaan, bahwa hidup bukan seberapa banyak yang kita peroleh, tapi seberapa banyak kita bisa memberi. Kami anak-anaknya dilarang untuk menjadi orang lain, cukuplah kami menjadi diri sendiri yang akan selalu apa adanya, mencintai apa adanya, memberi apa adanya, tidak harus hidup dengan kepura-puraan atas nama eksistensi dan gengsi.

Kepada anak-anaknya,  orang tuaku tidak pernah mewariskan harta, namun semua anak-anaknya diberikan bekal ilmu untuk mereka bisa menempuh kehidupan dengan lebih beradab. Ya, dengan susah payah semua anaknya disekolahkan sampai jenjang sarjana, dan itu dilakukan tanpa mengeluh.  Hebatnya,  sampai sekarang orang tuaku masih bersedia membiayai sekolah anak-anaknya yang berniat untuk bersekolah di jenjang yang lebih tinggi, bahkan, kalau sekarang aku bisa menyelesaikan program S.2ku itu tak pernah lepas dari jasa beliau yang tetap mensuportku baik moril dan materil.

Begitu banyak yang sudah diberikan tapi kenapa, kadang aku suka berat untuk meluangkan waktu untuk datang berkumpul bersamanya. Bukankah kami anak dan cucunya ini adalah pengobat sakit pada saat beliau sedang sendiri duduk diteras pada saat sore. Bukankah candaan anak-anak dan cucu-cucu ini adalah suasana hangat yang selalu dirindukannya. Maafkan aku Bapak,  jika sampai saat ini aku belum menjadi seorang anak yang membanggakanmu, seorang anak yang belum bisa membahagiakanmu.....Untuk Bapakku, seorang motivator terhebat dalam kehidupanku. PHS.