Akhir bulan kemarin aku berkesempatan untuk pulang
kampung menengok orang tuaku, saat-saat seperti inilah moment yang paling aku
tunggu, karena hanya pada saat-saat tertentu kami bisa berkumpul, tempat
tinggal yang jauh, pekerjaan yang menumpuk selalu mencegah aku untuk bisa
sering-sering melakukan aktivitas ini.
Bertemu
kembali dengan wajah yang paling aku rindukan, wajah yang selalu memotivasi aku
untuk bisa jadi sepertinya. Di usia yang renta bapak sepertinya tak pernah lelah untuk menghadirkan
wajah yang teduh, menghadirkan senyum
yang selalu mampu membuat orang lain menjadi damai. Aku yakin raganya menua, gurat-gurat wajahnya
tidak mengatakan kalau dia masih muda,
namun bapak selalu
memiliki semangat yang luar biasa untuk menghadapi dunia ini, menghadapi semua
masalah dan persoalan hidup.
Darinya aku belajar,
dari mulai aku bayi,
belajar merangkak, berjalan, berbicara, bernyanyi,
belajar untuk tegar dan bersabar, belajar untuk selalu tersenyum dan tak mudah
mengeluh. Bapak
mengajarkan kesederhanaan, bahwa hidup bukan
seberapa banyak yang kita peroleh, tapi seberapa banyak kita bisa memberi. Kami
anak-anaknya dilarang untuk menjadi orang lain, cukuplah kami menjadi diri
sendiri yang akan selalu apa adanya, mencintai apa adanya, memberi apa adanya,
tidak harus hidup dengan kepura-puraan atas nama eksistensi dan gengsi.
Kepada
anak-anaknya, orang
tuaku tidak pernah mewariskan harta, namun semua anak-anaknya diberikan bekal
ilmu untuk mereka bisa menempuh kehidupan dengan lebih beradab. Ya,
dengan susah payah semua anaknya disekolahkan sampai jenjang sarjana, dan itu
dilakukan tanpa mengeluh. Hebatnya, sampai sekarang orang tuaku masih bersedia
membiayai sekolah anak-anaknya yang berniat untuk bersekolah di jenjang yang
lebih tinggi, bahkan, kalau sekarang aku bisa menyelesaikan program S.2ku itu tak pernah lepas dari jasa beliau yang
tetap mensuportku baik moril dan materil.
Begitu
banyak yang sudah diberikan tapi kenapa, kadang aku suka berat untuk meluangkan
waktu untuk datang berkumpul bersamanya. Bukankah kami anak dan cucunya ini
adalah pengobat sakit pada saat beliau sedang sendiri duduk diteras pada saat
sore. Bukankah candaan anak-anak dan cucu-cucu ini adalah suasana
hangat yang selalu dirindukannya. Maafkan aku Bapak, jika sampai saat ini aku belum menjadi seorang
anak yang membanggakanmu, seorang anak yang belum bisa
membahagiakanmu.....Untuk Bapakku, seorang motivator terhebat dalam
kehidupanku. PHS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar