Jumat, 04 Oktober 2019

CERITA TENTANG BAPAKKU....


Akhir bulan kemarin aku berkesempatan untuk pulang kampung menengok orang tuaku, saat-saat seperti inilah moment yang paling aku tunggu, karena hanya pada saat-saat tertentu kami bisa berkumpul, tempat tinggal yang jauh, pekerjaan yang menumpuk selalu mencegah aku untuk bisa sering-sering melakukan aktivitas ini.

Bertemu kembali dengan wajah yang paling aku rindukan, wajah yang selalu memotivasi aku untuk bisa jadi sepertinya.  Di  usia yang renta bapak  sepertinya tak pernah lelah untuk menghadirkan wajah yang teduh,  menghadirkan senyum yang selalu mampu membuat orang lain menjadi damai.  Aku yakin raganya menua, gurat-gurat wajahnya tidak mengatakan kalau dia  masih muda, namun bapak  selalu memiliki semangat yang luar biasa untuk menghadapi dunia ini, menghadapi semua masalah dan persoalan hidup.

Darinya aku belajar, dari mulai  aku bayi, belajar merangkak, berjalan, berbicara, bernyanyi, belajar untuk tegar dan bersabar, belajar untuk selalu tersenyum dan tak mudah mengeluh. Bapak   mengajarkan kesederhanaan, bahwa hidup bukan seberapa banyak yang kita peroleh, tapi seberapa banyak kita bisa memberi. Kami anak-anaknya dilarang untuk menjadi orang lain, cukuplah kami menjadi diri sendiri yang akan selalu apa adanya, mencintai apa adanya, memberi apa adanya, tidak harus hidup dengan kepura-puraan atas nama eksistensi dan gengsi.

Kepada anak-anaknya,  orang tuaku tidak pernah mewariskan harta, namun semua anak-anaknya diberikan bekal ilmu untuk mereka bisa menempuh kehidupan dengan lebih beradab. Ya, dengan susah payah semua anaknya disekolahkan sampai jenjang sarjana, dan itu dilakukan tanpa mengeluh.  Hebatnya,  sampai sekarang orang tuaku masih bersedia membiayai sekolah anak-anaknya yang berniat untuk bersekolah di jenjang yang lebih tinggi, bahkan, kalau sekarang aku bisa menyelesaikan program S.2ku itu tak pernah lepas dari jasa beliau yang tetap mensuportku baik moril dan materil.

Begitu banyak yang sudah diberikan tapi kenapa, kadang aku suka berat untuk meluangkan waktu untuk datang berkumpul bersamanya. Bukankah kami anak dan cucunya ini adalah pengobat sakit pada saat beliau sedang sendiri duduk diteras pada saat sore. Bukankah candaan anak-anak dan cucu-cucu ini adalah suasana hangat yang selalu dirindukannya. Maafkan aku Bapak,  jika sampai saat ini aku belum menjadi seorang anak yang membanggakanmu, seorang anak yang belum bisa membahagiakanmu.....Untuk Bapakku, seorang motivator terhebat dalam kehidupanku. PHS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar