Akhir tahun 2014,
dalam sebuah perjalanan dari kampus tempatku mengambil program pascasarjana.
Sore itu mendung
menggayuti Bandar Lampung, hampir setengah 6 sore, aku masih terjebak diangkot,
kondisi jalan yang macet membuat sopir berteriak-teriak tak sabaran, dia seolah-olah
ingin menumpahkan kekesalan pada setiap kendaraan yang lewat. Di dalam angkot, ada aku dan dua orang yang nampaknya
mahasiswa, perasaan gelisah kini juga merasuki perasaanku, jika keadaannya
seperti ini terus aku akan ketinggalan bis, dan itu artinya aku harus memutar
otak lagi untuk mencari kendaraan lain yang belum tentu bisa dijamin
keamanannya.
Ahhh....
Angkot kini merayap
pelan, seorang ibu tua, dengan gamis coklat yang lusuh dan tas kain
masuk, tak lama dua orang laki-laki dengan penampilan necis menyusul. Sore semakin
temaram, aku benar-benar semakin khawatir kalau sampai harus ketinggalan bis. Tempat tinggalku yang jauh membuat
aku harus tiga kali berganti angkutan umum sebelum sampai ke rumah. Pikiranku
sudah benar-benar kacau, sampai ketika pemuda necis tadi menyuruhku menutup
kaca jendela angkot, tanpa menjawab apa-apa aku menutup kaca itu. Aku tidak
berfikir apa-apa sampai kemudian aku melihat ibu tua di depanku mengambil
dompet dari tangan pemuda itu. Aku cuma berfikir kalau itu adalah dompet yang
sama persis seperti kepunyaanku. Tapi anehnya ibu tua tadi menyerahkan dompet
itu kepadaku “Ini dompetnya, periksa kalau-kalau ada yang hilang...”. Aku
menerima dompet itu sambil tak habis berpikir kenapa dompet itu sampai ke
tangan ibu tadi. Pemuda yang duduk di sampingku menampakkan muka gusar, dengan
lirih sambil melotot ke arah ibu tua “
Emang mau lehernya dipotong....!!!”
Aku tidak paham apa yang
sebenarnya terjadi, dalam kebingunganku aku menyuruh angkot berhenti, dan aku
mengajak ibu tua tadi turun. Akhirnya kami berdua berganti angkot. Di dalam
angkot ibu tua tadi menceritakan kalau dompetku sudah dicopet oleh pemuda tadi.
Aku benar-benar kaget dengan kalimat ibu barusan, aku tidak benar-benar tidak menyangka.
“ Ada apa, sepertinya
kamu sedang melamun, di perjalanan seperti ini tidak baik kalau melamun, harus
banyak istighfar...?” ibu tua tadi menasehati aku dengan kalimat yang super
bijak.
“Iya, Ibu,
makasih...makasih...” Jawabku berulang-ulang, aku tidak bisa membayangkan jika
seandainya ibu tadi tidak menolongku apa jadinya aku. Sebenarnya tidak banyak uang di dalam
dompetku tadi, tapi kartu-kartu penting tersimpan jadi satu dalam dompet itu, kartu-kartu
yang kalau sampai raib akan membuat aku berhadapan dengan banyak masalah.
Di tengah perjalanan di sekitaran Tabek Indah ibu tadi turun, kubayari ongkosnya dan kembali
kuucapkan terimakasih.
Ahhh ibu, begitu mulia
hatimu, padahal kalau engkau tadi tidak menolongku itu juga bukan salah ibu,
tapi ibu berani mengambil resiko untuk
menolong aku, seseorang yang mungkin juga akan cuma sekali bertemu denganmu.
Semoga ibu selalu sehat,
diberikan kelimpahan rezeki, diberikan umur yang panjang, diberikan anak-anak
dan cucu-cucu yang soleh dan solehah.
Untuk seseorang ibu dari “Tabek Indah”
yang telah dengan iklas menolongku di suatu sore.....terimakasih ibu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar