Selasa, 25 Desember 2018

TENTANG RASA SYUKUR....

Libur akhir tahun, seperti biasa saya menyempatkan untuk pulang kampung, karena liburan kali ini lumayan lama saya menyempatkan untuk bersilaturahmi ke salah saorang teman yang sudah saya anggap sebagai saudara sendiri. Setelah berbasa-basi sejenak, akhirnya teman saya tadi bercerita tentang kesibukannya akhir-akhir ini yaitu berjualan nasi uduk. “Alhamdulillah langganan saya lumayan banyak....” dia bercerita dengan mata berbinar pertanda dia menyukai kesibukannya tersebut. “Dalam sehari saya bisa dapat untung 15 ribu, saya bersyukur, karena dengan kesibukan ini, anak-anak saya bisa tiap hari makan nasi uduk, bisa makan kerupuk dan tempe goreng setiap hari, sampai bosan... saya juga bisa membayar uang sekolah anak saya... pokoknya dapat untung dikit nggap apa-apa yang penting usaha ini lancar....” cerita ini mengalir tanpa beban dan terasa sangat menyenangkan.

Saya tercekat mendengar cerita itu, dada saya seolah-olah dihimpit oleh ribuan rasa bersalah. Bagaimana tidak, teman saya untuk mendapatkan uang 15 ribu harus bersusah payah seperti itu, bangun jam 4 pagi, memarut kelapa, membuat sambal, menggoreng tempe, dan setelah dibungkus dia harus mengantarkan kepada setiap langganannya. Begitu payah untuk uang 15 ribu, sedangkan saya.... Saya tipe orang yang boros dan ceroboh dalam menggunakan uang, apakah mungkin karena memang sudah sifat saya atau mungkin karena saya tidak begitu kesulitan untuk mencari uang sehingga saya jadi begitu mudah untuk menghambur-hamburkannya. Saya merasa bersalah dengan sifat saya selama ini, kenapa tidak pernah bisa mengendalikan keinginan-keinginan yang sebenarnya bisa saya redam, tidak bisa menolak keinginan-keinginan yang sebenarnya tidak harus saya penuhi. 

Teman saya tadi bukan orang yang berpendidikan tinggi dia juga tidak bisa dikatakan sebagai orang yang pandai bergaul, tapi sungguh saya salut dengan cara berfikirnya, saya kagum dengan caranya mengelola setiap urusan hidupnya. Saya melihat betapa dia menikmati setiap ketentuan yang sudah digariskan Allah untuknya, menikmati setiap tetesan usaha yang dia kerjakan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, menikmati setiap apapun yang dia dapatkan dalam hidupnya....Mungkin karena dia selalu menyukuri setiap rezeki yang dia terima sehingga Allah kemudian mencukupkan setiap kebutuhannya. .....

Pulang dari berkunjung saya dihinggapi rasa gelisah yang luar biasa, kenapa saya yang bisa dikatakan mapan untuk urusan penghasilan dan pendidikan tapi tidak pernah menata hati saya untuk menyukuri setiap nikmat yang sudah diberikan Allah kepada saya. Saya selalu merasa kurang, serakah, dan apapun yang saya lakukan orentasinya adalah uang. Bisakah saya mencontoh cara berfikir dan cara hidup teman saya tadi....? Saya tidak terlalu yakin, tapi saya akan mencobanya. Bantu saya ya Allah....(untuk teman sekaligus saudara Dwi Riani)

Minggu, 23 Desember 2018

CERITA TUKANG SEMANGKA....

Hari itu, dalam sebuah perjalanan saya memutuskan untuk membeli buah semangka. Saya memarkir Mio merah saya di samping kedai buah yang kebetulan menjual buah semangka. “Bang, berapa...?” tanya saya sambil menunjuk semangka yang digantung. “Oh itu 15 ribu mbak, semangkanya sudah tua dan saya jamin matang” jawab abang tukang semangka itu dengan ramah. “10 ribu ya Bang....” tawar saya. “Belum Mbak, tapi kalau Mbaknya beli 2 saya kasih 25 ribulah”. “Oh gitu ya, tapi dipilihin yang merah ya Bang...” pinta saya lagi. “Tenang Mbak saya nanti pilihkan yang bagus”. Abang tadi segera memilih-milih semangka untuk saya. Mengangkatnya, mengetuk-mengetuk dengan jari-jarinya seolah-olah memastikan bahwa semangka yang dipilihnya adalah semangka yang tua dan bagus, sampai sebuah mobil dengan plat jauh berhenti di depan kedai buah itu. Tanpa turun, pengemudi mobil tadi bertanya “Bang itu semangka berapa duit...!” tanyanya dengan nada yang agak tinggi. Abang tadi menoleh ke arah buah semangka yang ditunjuk pengemudi mobil. “30 ribu pak...” jawab abang tukang semangka. “Wah mahal amat, 15 ribu ya.... cari untung jangan banyak-banyaklah nanti cepat kaya kamu...” tawarnya kemudian. “Sudah harganya lho Pak, kalau Bapak mau iya, tapi kalau 15 ribu belum bisa” Abang tukang semangka menjawab dengan santai. “20 ribu aja ya, saya mau ambil 2 ini...!”. Abang tukang semangka masih menggeleng pertanda dia tidak menyetujui tawaran si pengemudi mobil. “Kalau Bapak mau ambil 2, saya kasih 50 ribu, gimana....?”. Akhirnya setelah agak lama berdebat bapak pengemudi mobil tadi membayar 50 ribu untuk 2 semangkanya. Saya terdiam bingung dengan kejadian tadi, bagaimana tidak....saya membayar 25 ribu untuk 2 semangka sedangkan bapak tadi membayar 50 ribu untuk 2 semangka juga. Dan semangka yang kita beli warna dan ukurannya sama saja. Agaknya abang tukang semangka memahami kebingungan saya. “Kenapa Mbak bingung...?” dia bertanya. “Iyalah Bang, kok Bapak tadi lebih mahal, padahal kan semangkanya sama saja” jawabku. “ Saya sebenarnya bisa kasih harga sama dengan punya Mbak, tapi saya tidak suka dengan orang sombong seperti bapak tadi....” jawab Abang tukang semangka. Saya mengangguk dan berusaha mencerna kalimat Abang tukang semangka tadi, setelah membayar dan mengucapkan terimakasih saya melanjutkan perjalanan saya. Di perjalanan saya berfikir tentang kejadian yang barusan saya alami. Saya melihat tukang semangka tadi adalah pribadi yang sopan dan ramah, tapi di samping itu dia juga manusia biasa yang juga ingin dihargai. Bapak pembeli tadi memang kurang sopan ketika mau membeli semangka, bukan hanya dia tidak turun dari mobilnya tapi juga cara menawar yang sepertinya kurang simpatik. Dia berusaha untuk menjatuhkan harga diri si penjual semangka sehingga abang tadi jadi tersinggung. Aaaah..... Dengan komunikasi yang baik sebenarnya kita diberikan banyak kemudahan, dengan komunikasi yang baik kita dihargai oleh orang lain, dengan komunikasi yang baik kita dihormati oleh orang lain, tapi kenapa banyak orang memilih cara komunikasi yang kurang baik ya......

Kamis, 13 Desember 2018

HARI INI.......


Pagi ini,  rasanya lega banget, setelah sekian lama berkutat pada tugas yang sepertinya tak ada ujung, akhirnya semua selesai juga. Tak peduli bahwa esok akan bertemu dengan tugas-tugas baru, yang jelas pagi ini  pengen istirahat sejenak. Merasakan betapa beban itu sepertinya sirna, merasakan  begitu nyamannya ketika membuka hp membaca berita-berita ringan yang menyenangkan, makan pagi tanpa terburu-buru, menikmati setiap helaan udara yang berhembus memasuki rongga-rongga dada kita. Dan rasa ini,  hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang memang benar-benar mengisi hidupnya dengan berkarya, entah itu karya berupa belajar ataupun bekerja.  Kecil  atau besar karya kita tak masalah, yang penting ketika itu sesuai atau bahkan melampau target kita, woow....rasanya akan sangat luar biasa.

Pagi ini, ketika membuka mata terasa berbeda dengan hari kemarin, kalau kemarin begitu bangun tidur sudah sesak otak kita dengan berbagai rencana dan agenda rutin.  Tapi  hari ini semua terasa berbeda, jalan-jalan pagi kaki terasa lebih enteng, jalan-jalan yang dilewati terasa lebih indah, mungkin sebenarnya memang indah dari dulu tapi karena tidak sempat menikmati keindahan itu jadi hari ini terasa lain. Sampai di rumah nonton TV mengikuti berita-berita, infotainment, tips memasak....wah terasa lain rasanya. Biasanya nonton TV sambil makan, pakai baju, atau sambil menyusun rencana-rencana kerja, nggak pernah fokus. Hari ini, bisa berlembar-lembar baca Al quran, satu kegiatan yang sebenarya harus jadi agenda rutin, tapi terkesan malah sering terlupakan, bisa membongkar lemari menyisihkan pakaian kita yang memenuhi lemari untuk dibagikan kepada saudara-saudara di sekeliling kita, bisa kembali memandangi tanaman yang kita tanam, kalau biasanya cuma lihat pas nyiram tapi pagi ini bisa dinikmati, bahkan disetiap helaian daunnya.

Harusnya semua hari yang kita miliki bisa seperti hari ini, nggak harus menunggu harus ketemu dengan hari libur, apa mungkin karena kita terlalu memikirkan dunia akhirnya kita sendiri yang tidak pernah bisa menikmati hidup ini. Seberapapun rezeki yang kita kejar tak akan cukup, tapi sesedikit apapun rezeki yang kita punya asal kita syukuri maka akan terasa lebih. Mungkin sekarang saatnya, untuk belajar menikmati hidup ini, menyadarkan diri untuk selalu bersyukur, tidak terlalu ngotot untuk memikirkan dunia yang hanya sesaat ini.
Besok, akan banyak tugas yang menanti, tapi harus mulai disiasati dengan sudut pandang yang berbeda, bekerja dan belajar sebagai ibadah, bukan semata-mata karena gaji dan penghasilan.  Menyandarkan hidup ini pada Sang Kuasa, karena Dialah pemilik semesta ini. Menikmati hidup berarti mengisinya dengan berbagai macam ibadah dan kegiatan yang mendekatkan kita kepada pencipta. Menikmati hidup berarti bersyukur atas umur panjang yag diberikan kepada kita. Menikmati hidup berarti bersedekah dan berbagi dengan sesama. Menikmati hidup berarti selalu berjalan di atas garis yang sudah ditetapkan.  Menikmati hidup berarti membuat hari-hari kita seperti hari ini, bahkan harus lebih baik. Ya, Allah....ajarkan kami untuk menjadi manusia yang lebih baik…...

Senin, 10 Desember 2018

ADAKAH SISI NEGATIF KITA....?


Hari ini kita coba memberanikan diri untuk menulis tentang sisi negatif yang selama ini sering kita sembunyikan. Nggak munafiklah kalau semua orang itu pasti punya sisi yang kurang baik, makanya terus hadir ungkapan “Manusia memang bukan makluk yang sempurna”.  Sayangnya, tidak semua orang berani mengakui bahwa dia memiliki sisi-sisi itu. Hampir semua manusia selalu mengatakan bahwa dirinya baik, pintar, pengertian, memahami orang lain, dan segudang sebutan yang berkonotasi positif. Tapi kalau istilah pemalas, pemarah, sombong, pembohong pasti kita lekatkan untuk orang lain yang pasti bukan kita.  Bisa ya kayak gitu, ya iyalah “Gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, sedangkan semut di seberang lautan kelihatan”  itu kan berarti kita selalu bisa mengkoreksi kesalahan atau kekurangan orang lain, tapi untuk mengoreksi kesalahan sendiri ya...mana sempat. Kan memang lebih asyik menggunjingkan orang lain daripada membicarakan diri sendiri, padahal jangan-jangan aib kita lebih ..........
Kalau kita harus menuliskan beberapa kata yang mencerminkan sisi negatif kita, kita akan berpikir berulang kali untuk menemukan satu kata saja, tapi kalau kita harus menuliskan hal baik  kita,  maka puluhan kata dengan predikat positif akan sangat mudah kita temukan. Coba tengok lebih dalam, lebih dalam lagi dan jujurlah bahwa sebenarnya nggak sepenuhnya kita itu baik. Koreksi lebih lanjut bahwa sebenarnya kita pribadi yang ceroboh, penakut, malas, sok pintar, pembohong dan kadang-kadang kita juga sombong.

Pernahkan mengalami kejadian,  saat semua pekerjaan kita seharusnya selesai  tapi jadi tertunda gara-gara kita melupakan sebuah hal sepele, kita melupakan sesuatu.  Sebenarnya itu terjadi  karena kita ceroboh, tidak menghitung secara cermat apa yang kita kerjakan, tapi karena kita nggak mau dikatakan ceroboh , akhirnya kita mencari-cari kambing hitam supaya kita tidak dipersalahkan. Kalau kita menyadari kalau kita ceroboh, ke depannya kita pasti berhati-hati dalam setiap tindakan yang kita kerjakan.  Mengingat, mencatat, dan berpikir njlimet  untuk  setiap pekerjaan kita kayaknya nggak salah,  perlu juga untuk selalu  berhati-hati dan berpikir berulang agar kelalaian-kelalaian itu dapat kita minimalisir.  Ambil hikmah atas kecerobohan itu, jangan selalu menyalahkan orang lain untuk kelalaian yang kita lakukan.

Di samping ceroboh kadang-kadang kita juga penakut. Takut itu bisa terjadi karena berbagai faktor, mulai dari takut yang bawaan orok, takut karena trauma, takut dipersalahkan dan lain-lain. Contoh kecil saja ketika Big Bos salah kostum dalam sebuah acara, kita biasanya mendiamkan saja kejadian itu. Mengingatkan Bos,  kok kesannya ngatur-ngatur gitu, nggak diingetin kok Bos jadi bahan omongan. Orang yang penakut biasanya tidak  mau ambil resiko untuk hal-hal seperti itu, jadi memilih untuk diam. Padahal belum tentu juga Bos marah karena kita ingetin, siapa tahu Bos menganggap kita bawahan yang penuh perhatian dan loyalitas, dan endingnya Bos jadi sayang sama kita....tapi kalau kita takut ambil resiko,  kita tidak akan pernah bertemu dengan hal-hal  hebat di luar dugaan kita.

Di samping ceroboh dan penakut kita ternyata juga orang yang malas,  jangankan untuk kepentingan orang lain, bahkan untuk kepentingan masa depan kita sendiri saja kita sangat malas. Kita malas belajar, akibatnya nilai kita jatuh, kita malas bangun pagi akibatnya kita kesiangan, kita malas bergaul akibatnya kita tidak punya teman, kita malas mandi akibatnya badan kita gatal-gatal, dan banyak malas-malas lain yang melekat pada diri kita. Tapi kalau orang lain mengatakan kita pemalas, wah jangan tanya...kita pasti nggak terima. Untuk diri kita sendiri kita begitu malas apalagi kalau sampai harus menolong orang lain, bersedekah, tersenyum, minta maaf, mengucapkan terimakasih. Wow...rasanya gimana ya....

Padahal kalau kita mau berpikir bijak tidak semua hal negatif itu jelek lho. Contohnya sifat malas, bagaimana kalau kemudian kita asosiasikan dengan malas untuk bangun siang, malas untuk ngomongin orang lain, malas untuk mendapatkan nilai ujian jelek, malas untuk tinggal diam, dan malas-malas lain yang kemudian menggiring kita untuk berperilaku positif. Keren juga kan.... Yang jelas adalah bagaimana mengelola hal-hal negatif kita itu menjadi sebuah motivasi agar hidup kita menjadi lebih baik, menghilangkan sama sekali sifat itu jelas nggak mungkin, namun kita bisa menguranginya. 


Minggu, 02 Desember 2018

SUDAH LIMA HARI NGGAK NULIS....




Sudah lima hari nggak nulis untuk blog kita, ada sebuah perasaan bernama kangen yang tiba-tiba muncul, ada sebuah keinginan kuat untuk menengoknya di sela-sela rutinitas kita yang padat, membukanya, membacanya  dengan perasaaan  sama seperti saat kita membaca surat dari pacar kita. Tersenyum-senyum sendiri, dan mulai bingung mau nulis apa lagi untuk blog kita selanjutnya. Kita menyadari kalau menulis itu sulit, tapi kita juga menyadari bahwa menulis membuat hidup kita menjadi berbeda.  Entah  menulis apapun, yang jelas kita selalu menitipkan curahan hati kita lewat tulisan-tulisan itu. Merasakan bahwa ada beban berat yang ikut hilang ketika kita memutuskan untuk memulai menulis.

Menulis, mungkin tidak setiap orang mengatakan bahwa menulis itu menyenangkan, banyak orang malahan yang bilang bahwa menulis adalah pekerjaan yang nggak asyiik, nggak berkelas, ataupun nggak menantang. Sebagian orang bahkan menganggap bahwa pekerjaan menulis kalah mentereng dibandingkan dengan pekerjaaan-pekerjaan mapan seperti dokter, para youtuber bahkan membandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan pemacu adernalin seperti para pendaki gunung. Yaaa...

Entah benar atau tidak anggapan itu, tapi Pramudya Ananta Toer pernah mengatakan “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis dia akan hilang dalam sejarah, menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Jadi dari kalimat itu Pram berusaha menitipkan pesan bahwa kalau kita mau dikenang dalam sejarah maka “Menulislah”, karena kalau manusia sudah pada satu titik yang bernama “Mati....” maka tulisan kita akan menjadi kenang-kenangan untuk orang-orang yang kita tinggalkan, mereka akan mengingat  kita lewat tulisan yang kita buat….

Kalau ingat kalimat Pram tadi  rasanya semangat  terus pengen selalu menulis, tapi mau nulis apa....? Kadang sepertinya sudah kehabisan ide, mentok, nggak ada ilham atau inspirasi,  ditambah kita hidup di komunitas yang nggak mendukung untuk nulis, waduuuh.... itu akan menambah kemalasan kita untuk menulis, lebih enak duduk-duduk sambil ngopi memainkan gadget ataupun ngobrol tentang pernikahan Clarissa Wang, lalu membayangkan dapat doorprize Jaguar.... Uuuhh lantas pikiran kita akhirnya mengajak  kita untuk membanding-bandingkan hidup kita  dengan orang lain, ujung-ujungnya kita merasa tak berdaya, kita menderita dan akhirnya kita tidak menyukuri hidup ini.

Wah kalau sampai pada keadaan ini gaswat juga ya.....?. Tapi mau nulis juga nulis apa ya, gimana kalau kita nulis tentang hayalan kita, lamunan kita, cita-cita, pasangan idaman, pekerjaan dambaan ataupun tentang  rencana-rencana masa depan kita, kayaknya oke juga tuh. Atau kalau nggak, gimana kalau kita tulis tentang sisi-sisi negatif  kita juga, semua orang lho punya sisi negatif, tapi tidak semua orang berani mengakuinya. Seseorang cenderung menganggap bahwa dirinya baik, penuh perhatian, pengertian, tapi tak mau mengakui kalau sebenarnya kita juga malas, suka cemburu, iri sama teman sendiri. Berani nulisnya....?

Selasa, 27 November 2018

MUNGKIN KAU LEBIH KUAT.......




Jika kamu merasa bebanmu lebih berat daripada yang lain, itu karena Tuhan melihatmu lebih kuat daripada yang lain. Wow... memotivasi banget kalimat tadi. Tapi meyakini kalau kita lebih kuat dari yang lain kok ya susah ya....apalagi kalau kita menumbuhkan keyakinan  itu pada saat kita terpojok, saat kita berderai-derai air mata, saat kita sedang jatuh, tertimpa tangga, dan ketumpahan cat..... Karena selama ini kita menganggap bahwa orang kuat itu adalah orang yang tidak pernah menangis, tidak pernah merasa sedih, tidak meratap-ratap, selalu optimis dan selalu bersemangat menghadapi semua masalah. Orang yang kuat adalah orang yang selalu mampu melewati semua masalah dengan elegan, gagah tanpa perlu berkeluh kesah. Sedang kita.....?

Beban hidup yang berat kadang membuat kita perpikir kalau kita tak akan sanggup melewatinya, tapi ternyata….. kita mampu kok melewati semua itu, walau kadang harus dengan jatuh bangun. Ketika datang persoalan lagi kita jatuh lagi, bangun lagi,  walau dengan cucuran keringat dan air mata,  akhirnya kita bisa melewati persoalan itu. Selalu seperti itu, tapi lama- kelamaan kita belajar menghadapi semua masalah itu, bagaimana mensiasati masalah, bagaimana ketika harus bangun saat jatuh, bagaimana harus menyeka setiap tetesan keringat dan air mata kita. Dengan masalah kita diajarkan untuk tidak goyang saat badai dan topan menghantam kita, dengan masalah kita diajarkan untuk tetap tegar ketika gempuran memporak-porandakan  kehidupan kita.

Kalau kita bijak, kita bisa mengambil hikmah atas semua beban yang ditimpakan Tuhan kepada kita. Bahwa  luka-luka itu akan mendewasakan kita, bahwa setiap musibah itu akan menegakkan kita. Bahwa  sebenarnya Tuhan sangat menyayangi kita, Tuhan selalu memperhatikan dan mengawasi kita,  sehingga Tuhan  ingin menempa kita untuk menjadi orang yang lebih kuat lewat masalah dan beban yang diberikan kepada kita. Jangan  berpikir “beban beratnya”, tapi perpikir bahwa “Begitu kuatnya kita”. Tanamkan dalam diri kita bahwa “Saya Kuat, Saya lebih kuat, dan Saya paling kuat”. Tuhan tidak akan membiarkan kita sendiri menghadapi beban itu, dia yang akan selalu membantu kita untuk mengurai satu persatu beban yang sudah Dia berikan.

Yakin saja bahwa apa yang ada dalam fikiran kita itulah yang akan terjadi, ketika kita berpikir bahwa kita adalah manusia kuat, maka kuatlah kita, ketika kita berpikir bahwa kita adalah manusia  lemah, maka lemahlah kita. Kita harus memberikan sugesti positif dalam pikiran kita bahwa kita akan mampu melewati saat-saat berat itu. Kenapa harus begitu, ya....karena sebenarnya Tuhan  tidak akan pernah salah untuk memilih umat mana yang harus Dia berikan beban itu. Jadi jangan juga berfikir kalau manusia yang tidak pernah menghadapi masalah,  manusia yang hidupnya menyenangkan,  bahagia, lempeng-lempeng tanpa beban itu  adalah manusia yang disayangi Tuhan. Tuhan menyayangi kita dengan berbagai  cara, salah satunya dengan selalu menguji kita, menguji kita dengan berbagai beban dan masalah. Jadi yakinilah kalimat   Jika kamu merasa bebanmu lebih berat daripada yang lain, itu karena Tuhan melihatmu lebih kuat daripada yang lain”. Jangan lupa tersenyum untuk hidup ini, karena sebenarnya hidup ini indah..........

Senin, 26 November 2018

APA YANG BERBEDA HARI INI....?


“Hari ini saya ingin minum teh dua gelas” kata seorang teman suatu pagi. Saya tahu bahwa teman saya itu biasanya tidak minum teh ataupun kopi, dia saya lihat lebih suka minum air putih atau mineral. “Kenapa...?” saya bertanya dengan heran. “Karena saya ingin selalu melakukan sesuatu yang berbeda di setiap hari saya, saya tidak ingin hidup saya selalu sama warnanya, saya tidak ingin sampai pada sebuah kondisi bernama “bosan”.” Dia menjawab dengan tegas, atau lebih tepatnya dia menjawab dengan penuh kepastian. Saya kagum dengan jawaban itu, dan memang jawaban itu mewakili dirinya. Saya memang melihatnya sebagai orang yang berbeda setiap hari, dia penuh inovasi, penuh dengan terobosan, dan penuh dengan ide-ide yang kadang-kadang tidak masuk akal, bahkan saya sering diajak diskusi untuk membicarakan rencana-rencananya. Hidupnya sederhana, bicaranya sederhana, tapi semangatnya yang tidak sederhana, ketika dia mendapatkan sebuah pekerjaan atau tugas dia akan mengerjakan dengan penuh ketelitian dan detail. Penuh dedikasi dan tanggung jawab, walau  ternyata hal seperti itu tidak selamanya disukai teman-teman.

“Hari ini saya ingin minum teh dua gelas” Aah...ternyata memang harusnya ada selalu yang berbeda dalam hidup kita, berbeda bukan berarti selalu baru, tapi juga bisa karena kita memodifikasi sesuatu yang sudah ada, berbeda bisa juga berarti berbeda bilangan  yang kita kerjakan. Kalau teman kita belajar sampai jam 10 malam, tidak apa-apa kita juga belajar sampai jam 10 malam, tapi menjelang subuh kita bisa menambahnya setengah jam lagi, kalau teman hari ini berkerja 8 jam sehari, tidak apa-apa jika kita bekerja 8 jam sehari tapi tambahkan senyum dan semangat dalam pekerjaaan kita, kalau saudara kita hari ini bersedekah 100 ribu, tidak apa-apa jika kita bersedekah 100 ribu  juga, tapi tambahkan ketulusan  dan keiklasan dalam setiap sedekah kita, karena jika  kita melakukan hal yang berbeda maka kita akan menerima hasil yang berbeda pula, bukankah juara kelas antara rangking 1 dan 2 jumlah nilainya hanya berbeda sedikit, bukankah pemenang lomba lari antara juara 1 dan 2 selisihnya hanya sekian detik. Lantas apa yang membedakan antara juara 1 dan 2, antara rangking 1 dan 2, jawabannya,  karena usaha yang dilakukannya mereka berbeda, walaupun mungkin perbedaannya hanya sedikit.  

Jadi sesungguhnya benar lho ungkapan yang bilang “hasil tidak menghianati usaha”. Sederhananya,  ketika kita melakukan hal yang sama dengan orang lain, hasil yang didapat akan kurang lebih  sama, tapi kalau kita mau hasil yang berbeda maka usaha yang kita lakukan juga harus berbeda donk. Berbeda bukan berarti salah, berbeda berarti yang kita lakukan dan kita punyai itu tidak sama dengan orang lain. Kalau orang lain bekerja karena motivasinya gaji, kita bisa menambahkan,  di samping  gaji kita juga pengen kalau kerja kita adalah ibadah, kalau orang lain belajar karena pengen nilai yang bagus, kita bisa menambahkan, di samping nilai bagus kita juga pengen membahagiakan orang tua kita, kalau kita berjualan karena mau dapat untung, kita bisa menambahkan, di samping ingin untung kita juga pengen silaturahmi dengan orang lain. Berikan sentuhan berbeda dalam hidup kita setiap harinya, hal-hal kecil, hal-hal sepele yang membuat hidup ini lebih bermakna.

Kalau di kantor, di sekolah, di lingkungan tempat tinggal,  teman-teman memilih untuk mengobrol atau makan-makan saat istirahat atau luang, maka ada baiknya jika kita melakukan hal yang berbeda, bisa saja kita mulai buka hp dan mulai berjualan, mencari resep masakan, membaca tentang kiat-kiat hidup sehat, menemukan cara menanam bunga anggrek yang benar, mengumpulkan bahan untuk proyek-proyek pekerjaan kita, atau bisa saja kita buka laptop dan mulai menulis untuk bahan blog kita.

Tidak membaur dan ngobrol dengan teman-teman bukan karena kita an-sos (baca anti sosial), tapi karena mengobrol adalah hal yang  sudah biasa kita kerjakan. Bukankah  ngobrol dengan teman-teman kegiatan rutin yang selalu kita lakukan? Sebelum kerja, disaat-saat kita belajar, pada saat kita keluar rumah, pada saat istirahat,  bukankah kita selalu mengobrol dengan teman-teman kita ? Ketika obrolan sudah telalu lama biasanya mengarah kepada obrolan-obrolan yang tidak sehat, mulai bergunjing, saling olok-olok, pamer, dan akhirnya bukan obrolan yang bermanfaat lagi tapi sudah pada obrolan yang tidak ada gunanya. Yang muncul kemudian adalah perasaan-perasaan aneh bernama iri, kalah, menang, tidak diperhatikan, dicuekin. Jadi ngapain kita melakukan hal-hal yang biasa, udah biasa nggak dapat apa-apa lagi....yaaa.

“Hari ini saya ingin minum teh dua gelas” Aaaah ternyata berbeda bukan berarti salah, berbeda karena kita ingin mewarnai hidup kita dengan hal-hal yang lain, bukankah keanekaragaman menciptakan keharmonisan, dan keseragaman menciptakan ketimpangan? Bukankah karena warna yang berbeda-beda menjadikan sebuah lukisan terlihat indah.....Bener nggak sih kalimat penutup dalam tulisan ini.... Mudah-mudahan hari ini kita  bisa melakukan hal yang berbeda untuk hidup kita. Jangan lupa tersenyum untuk hidup kita, karena hidup ini indah...


Sabtu, 24 November 2018

SUDAHKAH BERSYUKUR HARI INI....?


Pagi  ini,  Alhamdulillah kita dibangunkan dari tidur kita dalam keadaan sehat walafiat, sementara yang lain masih dalam keadaan sakit, kita bersyukur hari ini masih  bisa makan dengan lauk tempe sementara yang lain hanya pakai garam, hari ini kita bisa tertawa sedangkan yang lain tersenyum saja tidak bisa, hari ini kita bisa berjalan sementara yang lain harus merangkak, hari ini kita bisa naik sepeda sementara yang lain harus jalan kaki, hari ini kita bisa memberi sementara yang lain harus meminta, hari ini kita........sementara yang lain........

Kalau kita harus menghitung berapa nikmat yang sudah kita terima dari Allah, maka jumlah pasir di tepi pantai tak akan cukup untuk mengimbanginya. Jangan  hanya berpikir bahwa nikmat itu tatkala kita mendapatkan rezeki yang banyak, nilai ujian yang bagus, pasangan yang ideal, ataupun anak-anak yang cerdas, ada banyak nikmat yang sudah kita terima tapi sebenarnya kita tak pernah menyadarinya. Bagaimana kita bebas menghirup udara tanpa kita perlu membayar, bagaimana kita bisa melihat keindahan alam ini sekitar secara gratis, bagaimana kita bisa bertemu dengan banyak manusia yang menyenangkan, bagaimana kita memiliki keluarga yang hangat, bagaimana kita menemukan senyum-senyum yang penuh dengan ketulusan, bagaimana kita dimudahkan untuk bersedekah, bagaiman kita dimudahkan untuk pergi ke masjid, mushola untuk beribadah.

Kalau kita mau merenung, kalau kita mau berfikir, kita tidak akan terus menghitung nikmat-nikmat itu, kita hanya perlu bersyukur disampaikan Allah pada titik ini, sebuah titik yang kadang menurut kita belum maksimal tapi banyak orang lain yang menginginkannya. Jangan mengeluh kalau hari ini kita makan tempe sedangkan orang makan daging, jangan bersedih   kalau hari ini kita naik sepeda sedangkan orang lain naik mobil mewah, tak usah merasa kecewa  kalau hari ini kita hanya mampu bersedekah dengan tenaga kita sedangkan yang lain memberi dalam jumlah yang banyak.

Bersyukur atas semua nikmat ini berarti menjalani hidup ini dengan keiklasan, kita bersyukur atas hidup ini  dan jangan bandingkan dengan level di atas kita, tetap rendah hati jangan selalu menengok ke atas karena itu bukan tempat kita. Masih banyak saudara kita yang hidupnya tidak seberuntung kita, mereka kekurangan, kehilangan dan tidak berkecukupan. Mulai hari ini usahakan jangan mengeluh, tak usah berkeluh kesah, jangan bersedih, dan usahakan untuk selalu bahagia. Maka tersenyumlah untuk hidupmu karena sebenarnya  hidup ini  indah.

Semua yang kita miliki sudah sesuai dengan porsinya, Allah tahu  benar kapan saat harus memberi dan kapan saat dia harus mengambil apa yang sudah dia titipkan kepada kita. Sampai di akhir tulisan ini teringat sebuah ceramah dari Zainudin M.Z tentang “Kisah Tukang Parkir” Tukang parkir adalah pemilik mobil terbanyak, mobilnya bagus-bagus, datang dan pergi silih berganti, sampai suatu hari semua mobilnya habis, tapi tukang parkir tak pernah sedih, karena tukang parkir menyadari bahwa mobil-mobil tadi hanyalah titipan. Sudah selayaknya kita bersikap dan berfikir seperti tukang parkir tadi, bahwa semua yang kita miliki adalah titipan, kita hanya perlu bersyukur dan iklas menjalani hidup ini karena semua itu sudah digariskan.
Jadi sudah bersyukurkah kita hari ini....?

Sabtu, 17 November 2018

APAKAH KEMARAHAN HARUS DIUNGKAPKAN........?


Tulisan ini dimulai dengan satu pertanyaan “Apakah kemarahan harus kita ungkapkan...?” Jawaban dari pertanyaan ini ternyata beragam, tapi ada sebuah jawaban yang benar-benar luar biasa.    “Marah itu harus  diungkapkan, harus dilampiaskan karena kalau tidak itu,  akan membebani kita, bisa-bisa kena sakit hipertensi atau darah tinggi. Marah ternyata bisa membuat kita lega, karena kita tak perlu memendam apa-apa. Kita bisa merasa plooong karena marah ternyata membuat kita terbebas dari beban, jadi intinya marah itu boleh, bahkan harus karena  itu membantu kita merasa lebih baik....”Oke juga jawaban itu, karena ternyata   marah bisa melegakan perasaan, terus bagaimana  dengan yang jadi sasaran kemarahan... kasihan juga ya kalau begitu...? Entah itu manusia, hewan atau tumbuhan semua akan merasa sedih jika jadi sasaran kemarahan, apalagi jika sebenarnya bukan kita yang menyebabkan kemarahan itu.

Ada sebuah cerita “Suatu hari,  di sebuah kantor ada kunjungan dari seorang pejabat, kebetulan hari itu banyak pegawai yang tidak masuk. Seorang pegawai yang ditanya tidak bisa memberikan jawaban yang tepat kenapa teman-temannya banyak yang tidak masuk hari itu. Jawaban itu ternyata membuat sang pejabat naik pitam alias marah, pegawai tersebut akhirnya dimarahi habis-habisan sampai akhirnya pejabat tadi pulang. Sebenarnya siapa yang salah?, bukankah orang lain yang bolos kerja?, bukankah harusnya pejabat tadi marah kepada pegawai yang tidak masuk...?., tapi kenapa pegawai tadi yang jadi sasaran kemarahan?. Sang pejabat mungkin merasa lega karena dia sudah melepaskan kemarahannya, dia merasa lebih nyaman setelah marah. Tapi bagaimana dengan pegawai tadi, apa yang dirasakannya...?. Dia akan mengalami kesedihan yang luar biasa, dia terluka, dan dia memiliki kenangan yang buruk atas kejadian yang dia alami. Kalau pada selanjutnya dia memberikan reaksi yang baik okelah...., tapi bagaimana kalau selanjutnya dia juga merasa berhak marah kepada temannya, kepada pasangannya, kepada anaknya. Bukankah kemarahan akhirnya jadi rantai yang saling menjerat?”

Cerita seperti tadi mungkin banyak  kita  ditemui, seorang guru yang marah kepada muridnya, orang tua yang memarahi anaknya, bos yang memarahi karyawannya, dan banyak lagi cerita tentang kemarahan di sekeliling kita. Jadi perlukan marah....?
Kemarahan itu terjadi karena kita tidak bisa mengendalikan emosi, orang yang suka marah bisa  marah hanya karena persoalan-persoalan sepele. Jadi karena hal-hal kecil orang bisa marah dan mencari pelampiasan untuk menumpahkan kemarahannya. Padahal kalau kita marah kita mengeluarkan energi yang besar untuk mengungkapkan kemarahan itu. Ketika kita melukai orang lain sebenarnya kita juga sedang  merencanakan untuk melukai diri kita sendiri.
Bagaimana tidak...?  Ya karena orang lain selanjutnya akan merasa perlu menjauhi kita, mereka tidak nyaman karena takut akan jadi sasaran kemarahan kita, terlalu berhati-hati menghadapi kita karena merasa takut salah. Kalau sudah seperti kita yang akan merasa kesepian, terasing, dan sendiri. Kemarahan itu akhirnya menjadi jurang pemisah antara kita dengan orang-orang yang seharusnya menjadi sahabat kita.

Harus  pandai  mengelola kemarahan, misalnya saat nilai ujian kita turun,  kita bisa marah dengan lebih rajin belajar, ketika pekerjaan kita dinilai kurang bagus oleh bos, kita bisa marah dengan cara menunjukkan performance terbaik kita, ketika pasangan kita selingkuh, kita bisa marah dengan jalan menjaga kesetiaan kita. Ada banyak hal positif yang bisa didapatkan saat marah, tapi sepertinya melampiaskan kemarahan atau kekesalan kepada orang lain bukan  cara yang cukup bijaksana.

Ingat  tanpa marahpun semua bisa berjalan dengan baik-baik saja, ada guru yang mengajar dengan penuh kelembutan siswa-siswanya ternyata begitu menghormatinya, ada pimpinan  yang dicintai karyawannya karena dia memimpin dengan senyumnya, ada orang tua yang begitu disayangi anaknya karena mereka mendidik dengan cintanya, ada pasangan yang saling mengasihi karena mereka berkomitmen lewat pengertiannya. Banyak hal indah yang bisa hadir tanpa kemarahan, banyak kelegaan yang bisa ditampilkan tanpa menyakiti orang lain, banyak kemudahan yang terjadi adanya komunikasi yang baik antara kita.
Kalau tanpa marah semua bisa berjalan dengan baik-baik saja,  kenapa harus marah....?

Kamis, 15 November 2018

MENULIS APA HARI INI........?


Sudah berjam-jam di depan komputer tak satupun kalimat bisa dituliskan, teringat film anak-anak Spongebob yang mendapat tugas menulis esai dari Mrs. Puff, satu jam, dua jam, satu hari, dua hari sampai berhari-hari  esai itu tak pernah bisa diselesaikan. Kondisi itu sama dengan kondisi tulisan ini, rasanya tak ada ide, tak ada yang perlu  dituliskan, tak ada yang perlu diceritakan. Tapi apakah benar bahwa suatu saat manusia itu kehabisan ide, atau tepatnya tak ada ide?

Mungkin bisa menulis tentang hobi, tentang perjalanan, tentang pengalaman-pengalaman masa lalu, motivasi, dan bisa juga berfilsafat. Ini jadi hal susah kalau kita tidak segera memulainya, karena pekerjaan apapun jika kita belum memulai semua akan sulit. Jadi kita harus memberanikan diri untuk memulai dan semuanya akan mengalir begitu saja tanpa bisa kita bendung, satu dua paragraf, satu dua bab, bahkan berlembar-lembar tulisan akan bisa kita hasikan jika kita sudah memutuskan untuk “memulai”.

Lantas bagaimana memulainya....? Mungkin nggak perlu muluk-muluk, cukup kita hidupkan komputer kita, dan kita tulis kalimat yang paling kita sukai, hal yang kita sukai biasanya akan mudah kita tuliskan dibandingkan hal yang tidak kita sukai,  Sebagai  langkah awal, usahakan menulis hal yang dekat dengan dunia kita, misalnya seorang guru dia bisa menulis tentang dunia pendidikan, seorang ibu rumah tangga bisa menulis tentang resep-resep makanan atau sekitar pola asuh anak, kalau kita seorang pelajar bisa menulis tentang pengalaman saat sekolah, semua akan mudah ketika kita sudah putuskan untuk  memulai. Dan kalau tulisan pertama belum memuaskan kita, jangan buru-buru memberikan penilaian “kita tidak bisa menulis”, karena satu tulisan tidak serta merta bisa menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya.  Lantas harus berapa kali sampai dikatakan tulisan kita berkualitas.....? Bisa, sepuluh, dua puluh, seratus, dua ratus, bahkan sampai pada bilangan yang tidak bisa dihitung. Semakin banyak kita menulis maka akan semakin mudah kita bisa menuangkan ide-ide di kepala kita melalui tulisan.

Harapan  banyak orang sih, sekali kita menulis,  orang lain akan mengatakan tulisan kita bagus. Harapan itu tak salah, memang ada kecenderungan untuk seperti itu.  Apakah ada yang kondisinya  seperti itu....?
Ada juga sih, tapi untuk kebanyakan orang,  menulis itu memerlukan proses yang begitu panjang, akan banyak kita jumpai salah dan keliru sampai kemudian kita bisa dikatakan  “piawai”. Menulis bukan pekerjaan instan, ada peran-peran dari aspek kognisi kita yang harus mendukung, peran dari kemauan (baca motivasi) peran dari pengalaman, dan peran-peran lain yang secara langsung dan tak langsung mempengaruhi kita dalam menulis. Tapi sejauh ini pekerjaan menulis bisa dikatakan sebagai sebuah pekerjaan yang sangat keren, karena tidak semua orang bisa melakukannya..... Setuju nggak...?  

SABAR ITU SAMPAI KAPAN....


Tulisan  ini kembali  dimulai dengan sebuah kalimat motivasi  “ Apa yang sedang kamu doakan, sedang Tuhan kerjakan, percayalah semua akan indah menurut rencana-Nya dan waktu-Nya”. Nah kalau semua manusia tahu kalimat motivasi itu, tidak akan pernah ada manusia yang berburuk sangka kepada Tuhan kalau doa-doanya selama ini tidak dikabulkan. Tidak akan pernah merasa sendiri dan sedih karena sebenarnya Tuhan akan selalu memperhatikan dan mengawasi kita, kita hanya harus merasa yakin bahwa suatu saat kebahagiaan itu akan dikirim Tuhan untuk kita.

Masalahnya kita tak tahu kapan kebahagiaan itu akan datang untuk kita, kita tak tahu  kapan kiriman keindahan itu akan segera diwujudkan. Dan ini yang akhirnya jadi masalah, lebih jadi masalah lagi ketika kita masuk dalam kategori “orang yang tidak sabar” untuk menunggu masa  itu. Pada saat seperti itulah,  ujian sebenarnya datang,  berapa lama kita akan bisa bersama “kesabaran kita” menunggui saat-saat itu. Dalam masa penantian itulah akan muncul rasa galau, sedih, terasing, dan beragam perasaan yang biasanya terkumpul karena ketidaksabaran kita. Makanya muncul kalimat  “Pekerjaan yang paling menjemukan adalah menunggu”.  Kenapa seperti itu, ya karena memang seperti itu kenyataanya. Ditambah  lagi dengan ketidakpastian yang tak kunjung sampai membuat pekerjaan ini menjadi ujian yang sangat berat.

Semua akan indah menurut rencanaNya dan waktuNya, dari kalimat ini sebenarnya kita diingatkan bahwa Tuhan  akan memilih waktu yang tepat untuk memberikan kebahagiaan itu, kita sebagaimana manusia yang kadang sok tahu, menginginkan sesuatu yang belum saatnya diberikan Tuhan , sok ngatur seolah-olah tahu mana yang terbaik untuk kehidupan kita. Waktu terbaik menurut Tuhan  mungkin tidak sama menurut kita, disaat ini yang kadang membuat manusia berfikir “Allah tidak mengabulkan doa kita”, sebenarnya bukan tidak mengabulkan doa, tapi belum saatnya dikabulkan, karena waktu yang dinilai belum tepat oleh Tuhan. Jadi bersabarlah....

Pada saat kita menunggu kebahagiaan itu, sebenarnya Tuhan  sedang mempersiapkan kita untuk menjadi manusia yang lebih kuat, manusia yang lebih baik, manusia yang pandai bersyukur, manusia yang lebih sabar. Ada hikmah yang ingin ditunjukan Allah lewat penantian itu, bahwa untuk menjadi orang yang lebih baik harus ada tempaan cobaan dan kesedihan, harus ada luka dan air mata, harus ada badai dan topan yang memporakporandakan hidup kita. Jika itu sudah berlalu yakinlah bahwa setelah hujan badai akan muncul pelangi, setelah kesulitan akan ada kemudahan, dan dibalik air mata akan ada kebahagiaan. Dan ternyata  semua itu tidak mudah kita lewati....

Selasa, 13 November 2018

LANGIT BELUM BIRU.....


Tulisan kali ini dimulai dengan sebuah kalimat motivasi “Hari kemarin, bagaimana pun baik atau buruknya, telah berlalu.  Hari ini adalah, waktu untuk melihat langit, biru yang cerah”. Kalimat di atas bisa diberikan makna, bahwa  yang terjadi di hari-hari kemarin ya sudahlah, hari ini kita harus kita buat menjadi hari yang penuh kebahagiaan dan harapan. Semua manusia memang menginginkan untuk bisa melakukan itu, selalu optimis dalam menjalani hari-harinya dan segera melupakan masa lalu.
Tapi,  bagaimana jika hari ini ternyata ada bayang-bayang yang menghalangi kita  untuk memandang langit biru itu. Bagaimana jika hari kemarin tidak bisa kita tinggalkan, namun kembali menyertai kita. Mengajak kita untuk kembali ke hari kemarin lagi.  Sebenarnya ini salah siapa.....Kenapa istilah  “move on”  ternyata bukan masalah yang gampang. Semua jadi rumit dan komplek karena ternyata manusia-manusia yang punya masalah seperti itu jumlahnya sangat banyak. Dan kalau ditanya “kenapa nggak bisa move on” rata-rata mereka tidak bisa memberikan  alasan kenapa bisa seperti itu.
Kalau hari kemarin itu “membahagiakan” mungkin ngak apa-apa kalau kita ingin berlama-lama bersamanya, tapi jika hari kemarin itu adalah hari yang buruk  kita akan terjebak dalam perangkap bernama  “kesedihan”. Kebanyakan kita berharap bahwa  waktu yang akan membantu untuk menyelesaikan masalah itu, memang ada yang kemudian melupakan hari kemarin dengan berjalannya waktu, besaran waktunya berbeda-beda untuk setiap orang, tapi yang jelasnya waktunya nggak sebentar. Setahun, dua tahun sampai tak terbilang waktu yang kita gunakan untuk melupakan masalah itu.  
Kalau saja hidup bisa selalu seperti harapan kita, tentunya tidak akan ada istilah bernama “penyesalan”. Tidak perlu ada kalimat “Kalau saja waktu dapat kembali....”  Kita dapat atur-atur  hidup kita persis sama seperti yang kita rencanakan. Tapi kalau kehidupan seperti itu, rasanya  tidak  akan   ada   “kejutan lagi”, bukankah kebahagiaan dan kesedihan yang diberikan kepada kita membuat hidup jadi berwarna dan penuh  dengan hal yang tidak kita duga.  Apakah menyenangkan jika “kebahagiaan” itu direncanakan, “kesedihan” direncanakan. Bukankah akan sangat menyenangkan ketika kita sedih tiba-tiba datang kebahagiaan,  akan ada kejutan saat kita bahagia lantas kita diberikan kesedihan, saat kita sesak kita diberikan solusi, saat sempit kita diberikan kelapangan.  Hidup ini bukan kita yang atur, tapi ada yang Maha Hak, yang sudah menuliskannya, kalau hari ini kita belum melihat langit biru itu, yakinlah bahwa ada besok lusa yang akan diberikan, tidak hanya langit yang berwarna biru, tapi juga akan disertai dengan pelangi.

Senin, 12 November 2018

KETIKA DIPERSALAHKAN HARUS NGAPAIN KITA...?


Manusia adalah tempatnya salah, kesalahan itu bisa terjadi karena ketidaksengajaan ataupun disengaja. Kadang sudah sangat berhati-hati dalam melakukan sebuah pekerjaan, tapi kesalahan itu masih muncul juga. Yang hadir kemudian adalah orang-orang yang datang dengan banyak keluhan tentang kesalahan kita, kalau hanya keluhan mungkin tak terlalu masalah, tapi kalau kemudian kemarahan dan kekesalan yang ditumpahkan, ah itu sangat menyedihkan sekali...

Di samping sedih pasti  “kecewa”, mengapa kecewa, iyalah... kita sudah bersusah payah dengan pekerjaan kita, tapi  ternyata dinilai salah dengan cara yang menyakitkan. Kalau caranya  halus dan elegan mungkin tak terlalu masalah tapi kalau sudah menyakitkan hati ? Itu akan  sangat melukai kita dan akan  terus berbekas. Menyakiti  hati orang lain seperti menancapkan paku pada kayu, ketika kemudian paku itu dicabut akan menimbulkan bekas yang tidak bisa hilang. Menegur orang yang salah itu wajib, tapi bagaimana cara menegur, itu yang harus diperhatikan.
Lantas kalau sudah terlanjur salah harus ngapain kita....?

Nggak perlu ngapa-ngapain dulu,  karena yang biasa dilakukan (khusus perempuan)  saat dipersalahkan adalah menangis, kenapa menangis...? Perempuan itu begitu halus perasaanya, ketika harus berhadapan dengan kekasaran  ya nggak  apa-apa nangis, mumpung gratis ....? Lagian menangis juga membuang energi negatif dari diri kita, ada perasaan lega karena beban bisa dibuang melalui air mata.  Kalau  sudah selesai nangisnya ini yang musti  dan kudu dilakukan, “minta maaf”.

Ada kalimat “sudah sakit tapi tetap harus minta maaf....”. Ya  itu adalah upaya kita menunjukkan kebesaran hati kita, bahwa kita tetap manusia yang mau dikoreksi oleh orang lain. Yang menyedihkan adalah kalau selanjutnya kita selalu terus  dianggap “salah” walau sebenarnya kita berada di tempat yang benar. Jadi tepat  ungkapan “Panas setahun dihapus hujan sehari” Kebaikan yang dilakukan sepanjang hidup kita, hilang karena satu kesalahan” dan untuk membangun kepercayaan lagi harus dilakukan dengan tambahan keraguan dari orang-orang sekitar kita.

Mungkin benar ketika kita dipersalahkan yang muncul kemudian adalah rasa takut untuk melakukan sesuatu,  sakit yang ada dalam hati  kita tidak begitu saja bisa dilupakan. Akhirnya apa yang terjadi,  kita tidak melakukan apa-apa karena takut dipersalahkan.  Harusnya tidak seperti itu, tapi kalau dengan diamnya kita membuat orang lain merasa senang, ya sudahlah, mungkin  diam itu lebih baik. Mengutip sabda Rasulullah "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir  maka  hendaklah dia berkata yang baik atau diam".  (untuk sebuah kesalahan yang tidak sengaja aku lakukan....)

Minggu, 11 November 2018

SAAT MASA LALU HADIR...


Tak jarang ketika kita menemukan suatu barang lama, atau bertemu dengan seseorang membawa kita kembali ke masa lalu. Masa lalu itu bisa masa kecil, masa sekolah, masa pacaran, atau masa-masa yang pernah terjadi dalam kehidupan kita. Ketika kembali ke masa lalu, akan muncul berbagai perasaan seperti malu, kangen, sedih, bahagia dan perasaan-perasaan lain yang biasanya campur aduk. Semua orang memiliki masa lalu, dan itu akan terus mengikuti kita sampai kapanpun, kadang kita memang meninggalkannya di tempat-tempat yang jauh dalam hati kita, tapi untuk membuangnya sama sekali itu nggak mungkin.

Ketika masa lalu itu hadir, reaksi seseorang dengan orang yang lain akan berbeda-beda, ada yang kemudian berlama-lama mengenangkan masa itu (biasanya untuk masa lalu yang indah), ada yang kemudian buru-buru melupakan (biasanya ini masa lalu yang menyedihkan), dan ada juga yang kemudian senyum-senyum malu nggak jelas (ini biasanya untuk masa lalu yang konyol), dan anehnya lagi ketika ingat sama masa lalu seseorang akan berandai-andai “Coba  aku dulu....”, ini biasanya untuk masa lalu yang tidak sampai. Hah...

Tidak  ada salah mengingat masa lalu, bukan dosa juga sih  (tapi jangan juga jadi hobi) ....malah bisa jadi pengingat untuk setiap langkah-langkah kita, mengambil setiap hikmah  dari hal-hal yang sudah terjadi, memetik pelajaran agar kaki kita senantiasa kuat untuk menyongsong masa yang akan datang. Kalau kita bijak,  masa lalu akan menjadi cambuk untuk menggiring kita menjadi manusia yang lebih baik. Harusnya seperti itu sih.....
Aaah masa lalu, dimana kau kini...hahahaa....

Sabtu, 10 November 2018

BELAJAR ITU BERPROSES....


Belajar dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan manusia untuk mendapatkan atau memperoleh pengetahuan. Jadi belajar jangan hanya dimaknai  seperti belajar di sekolah seperti yang dilakukan oleh anak-anak. Belajar yang dibicarakan di sini adalah arti belajar yang lebih umum atau lebih luas. Contohnya belajar memasak, menulis, mengoperasikan komputer, belajar bernyanyi,  menari, memainkan alat musik,  dan lain-lain. 

Kebanyakan ketika belajar kita maunya cepat bisa atau  cepat selesai, kita sering kali tidak sabaran untuk menyelesaikan proses pembelajaran itu.  Beberapa orang memang dikaruniai  kecerdasan di atas rata-rata  sehingga ketika belajar dia memerlukan waktu yang lebih sedikit  dibandingkan orang pada umumnya. Dan yang bikin kheki lagi orang-orang seperti ini ketika belajar juga kelihatan lebih santai atau tak perlu ngoyo berpayah-payah untuk menerima bahan pelajaran. Orang-orang seperti ini jumlahnya sangat sedikit tapi orang yang menginginkan kemampuan seperti  itu teryata sangat banyak.

Kebanyakan kita,  ketika belajar memerlukan waktu yang lumayan lama atau bahkan sangat lama untuk mempelajari sesuatu. Tidak paham, harus diulang, tidak mengerti, harus  dikaji dan itu harus berulang-ulang dilakukan baru kita mudeng. Seseorang yang paham bahwa salah satu ciri belajar adalah sebuah proses tidak akan mempermasalahkan hal seperti itu, bahkan akan menganggap proses belajar adalah bagian yang menyenangkan. Nah, bagaimana dengan orang-orang yang nggak paham?

Perlu dilakukan perobahan pola pikir, bahwa belajar itu tidak semudah mencari informasi di internet, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui, dan tahapan itu panjang. Seseorang yang selalu belajar akan mudah menyesuaikan diri dengan pengetahuan dan wawasan baru, karena pada prinsipnya dia sudah memiliki pengalaman untuk memahami hal baru tersebut. Sebaliknya orang yang tidak pernah belajar akan  menganggap belajar itu susah  dan menyengsarakan, jangankan untuk belajar bahkan untuk memulai belajar saja orang akan berpikir ribuan kali. 

Kalau sudah demikian apa yang harus dilakukan? Yang jelas kita harus menyukai dulu apa yang kita pelajari. Kenali diri kita, apa yang menjadi mau kita, setelah kita tahu baru kita putuskan dari mana kita akan mulai belajar. Jadi ayo kenali diri kita, dan jangan lelah  belajar..... 

Kamis, 08 November 2018

KETIKA DALAM KONDISI YANG TIDAK MENYENANGKAN.....


Berbicara tentang kondisi yang tidak menyenangkan pasti semua orang pernah mengalaminya. Kondisi itu bisa berupa tempat dan situasi  yang tidak menyenangkan, teman yang  menyebalkan, pilihan yang membingungkan, ataupun harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Parahnya kondisi itu menjebak kita hingga kita tidak bisa lari menghindarinya, dan yang menyedihkan lagi kondisi itu ternyata datang berulang-ulang.

Tapi sebenarnya ada catatan yang bisa kita ambil dari peristiwa-peristiwa semacam itu.  Yang  jelas salah satu point dari kondisi itu adalah melatih kesabaran kita, menikmati setiap menit yang tidak menyenangkan, tanpa berkeluh kesah dan menyakini bahwa itu akan ada akhirnya.  Bagaimana kemudian kita bisa melewati hal yang tidak menyenangkan itu dengan berpikir bahwa tidak  hanya kita”  tapi banyak orang lain yang juga dalam kondisi itu, bahkan mungkin kondisinya lebih parah dari posisi kita.  Juga berpikir bahwa ternyata kondisi yang tidak kita sukai tersebut ternyata diinginkan oleh banyak orang dengan alasan-alasan yang berbeda. Kita tidak tahu kan....?

Ketika kita dalam kondisi yang tidak menyenangkan ada baiknya kita mengingat hal-hal menyenangkan yang pernah terjadi dalam kehidupan kita, mencoba membandingkan bahwa ternyata lebih banyak hal indah dalam hidup kita dibandingkan saat-saat yang tidak menyenangkan. Cara ini ternyata mengalirkan rasa syukur dalam diri kita, tapi ingat yang kita bandingkan adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita, bukan kisah yang dimiliki orang lain, karena kalau itu yang diingat kita malah akan terjebak dalam posisi mblasak, alias nelangsa yang tidak berkesudahan.

Kondisi  yang tidak menyenangkan juga menjadi koreksi  agar ke depannya kita mampu hadapi situasi ini dengan cara pandang yang berbeda. Menganggap bahwa ini adalah bagian hidup yang akan menempa kita agar ke depannya kita menjadi manusia yang lebih kuat dan bijaksana. Kalau hidup ini hanya tentang yang indah-indah saja, maka tidak ada seninya lagi hidup ini,  karena akan datar dan monoton. Kenapa tidak mengganggap bahwa kondisi yang tidak menyenangkan itu sebuah tanjakan, yang harus kita lalui dengan susah payah, tapi pada akhirnya dibalik tanjakan ada turunan yang bisa kita maknai sebagai sebuah kebahagiaan atau keberhasilan.

Patut dicoba bukan....?


Rabu, 07 November 2018

LIHAT DI SEKITAR KITA


Berbagai hal yang menakjubkan ada di sekitar kita, tapi kebanyakan kita tidak menemukannya, kenapa ya.... Sebenarnya hidup ini sederhana, tapi kita yang terlalu ribet cara berpikirnya, ada kisah  seorang ibu yang kehilangan uangnya 100 ribu, dia menangis sepanjang jalan meratapi kehilangannya, ketika kemudian dia bertemu dengan seseorang yang mau menggantikan uang tersebut,  seharusnya sang ibu tidak harus merasa sedih lagi, tapi lagi-lagi dia berkeluh kesah “Kalau uangku yang 100 ribu tidak hilang harusnya hari ini aku punya 200 ribu”.

Kisah ibu di atas mungkin bukan satu-satunya cerita yang bisa kita jadikan contoh betapa hidup kita ini selalu ribet dengan cara berpikir kita, contoh kecil ketika kita berbelanja,  di tempat teman kita dikasih harga 250 ribu, di supermarket  kita dikasih harga 230  ribu, di online kita dikasih harga 200  ribu. Dengan variasi harga yang tidak berbeda jauh akhirnya,  kita memutuskan untuk belanja secara online. Ketika barang sampai ternyata barang itu spesifikasinya tidak sesuai dengan harapan kita, akhirnya kita kecewa. Sederhananya ketika teman menawarkan barang untuk dijual,  teman tidak mungkin akan menipu kita dengan memberikan barang yang asal-asalan atau tidak berkualitas, tapi karena cara berfikir kita yang  akhirnya membuat kita terjebak dalam keribetan yang luar biasa.

Ketika tetangga beli mobil, (kebetulan kita belum punya mobil), kita berpikir bahwa kita sudah tertinggal, kita kalah mentereng, kalah gengsi dan semua kondisi yang membuat kita seolah-olah tersudut dalam sebuah posisi seolah-olah kita merana dan menderita. Kenapa tidak berpikir lebih sederhana bahwa kalau tetangga kita punya mobil baru berarti kita tak usah berpayah-payah ketika kita ingin minta tumpangan, kita tidak berlu susah hati ketika harus meminjam mobil, dan berusaha untuk berpikir positif bahwa suatu saat ketika sampai waktunya kita juga bakalan punya  mobil sendiri. (hehehe.....ngarep juga)

Banyak hal ajaib yang ada di sekitar kita,kita hanya perlu lebih jeli untuk melihatnya, kita bersyukur karena hari ini kita masih bisa berjalan kaki sementara yang lain harus merangkak, kita bersyukur hari ini kita masih sehat sementara yang lain menderita sakit, kita bersyukur karena kita masih bisa memberi,  sementara yang lain harus meminta, kita bersyukur hari ini masih bisa makan, sedangkan yang lain kelaparan.

Jangan selalu melihat ke atas, ke tempat dimana kita susah untuk menjangkaunya, kita hanya perlu menyederhanakan cara berpikir, bahwa semua yang ada dalam diri kita adalah bagian kita, Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita, sesuai dengan kebutuhan kita.